ORGANISASI BELAJAR DALAM
EKONOMI GLOBAL
Antonio
Carceres
Ekonomi Global
(Globalisasi)
Ekonomi Global berbeda dengan Ekonomi Nasional karena yang terlibat di
dalamnya adalah beraneka macam negara. Dewasa ini, dunia ekonomi sedang dalam
proses menuju ekonomi global atau lebih terkenal dengan istilah globalisasi. Peningkatan integrasi antar negara dapat dilihat melalui adanya
perkembangan dramatis dalam arus penyeberangan
barang, jasa dan juga modal dari suatu negara ke negara lain. Dengan
demikian istilah globalisasi sesungguhnya secara sederhana dipahami sebagai
suatu proses pengintergrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu
sistem ekonomi global.
Proyek globalisasi terjadi ketika
disetujuinya pemberlakuan secara global suatu mekanisme perdagangan melalui
penciptaan kebijakan “free trade”,
dalam bulan April tahun 1994[1]. Perjanjian
tersebut dikenal dengan nama GATT (General
Agreement on Tariff and Trade). Kesepakatan itu dibangun di atas asumsi
bahwa sistem perdagangan yang terbuka lebih menguntungkan bagi semua pihak
dibanding dengan sistem yang protektif. Artinya melalui
persaingan bebas maka organisasi-organisasi perdagangan akan senantiasa
mengelola kegiatannya dengan prinsip efektif dan efisien.
Tahun 1995 didirikan satu organisasi yang bertugas
mengawasi proses perdagangan dunia, namanya adalah WTO (World Trade
Organization). Sejak pendiriannya, WTO telah mengambil alih tugas-tugas GATT.
Organisasi ini melayani “komplain”
yang diajukan oleh anggotanya. ( Ingat komplain Jepang terhadap kebijakan
pemerintah Indonesia dalam kasus mobil Timor – hasilnya, Indonesia kalah).
Jika
WTO adalah forum kesepakatan perdagangan tingkat global, di tingkat regional
forum serupa untuk menetapkan perdagangan juga didirikan, maka aliansi ekonomi
regional bermunculan. NAFTA (North American Free Trade Agreement), Europian
Community, AFTA (2003) Asian Free Trade Agreement), SIJORI (Singapore, Johor,
Riau)
Apa
yang terjadi di New York akan berakibat pada bisnis dan harga di London; apa
yang terjadi di Jepang mempengaruhi usaha-usaha dan harga di New York; apa yang
terjadi di Indonesia berdampak pula ke Thailand. Oleh karena itu setiap negara
harus melakukan reposisi dalam menghadapi tantangan-tantangan sekaligus harus
pula mampu memanfaatkan setiap kesempatan yang diakibatkannya. Dengan adanya
jaringan internet, proses globalisasi makin diperlancar, dan sebagian besar
perusahaan besar secara aktif terlibat dalam proses manufaktur di negara lain,
melalui “joint venture” internasional,
atau kolaborasi dengan perusahaan asing dalam satu jenis proyek tertentu.
Hambatan-hambatan perdagangan yang umumnya dilakukan oleh negara-negara
berkembang, berkurang hampir 90 %. Proteksi dikurangi, subsidi dihilangkan,
demikian juga kuota tidak dibatasi. Contohnya, dalam NAFTA , Meksiko telah
diijinkan mengekspor produknya sekitar 153 miljard dolar setiap tahunnya ke
Amerika Serikat, tanpa harus memenuhi
kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan ekspor impor seperti yang
biasanya berlaku. Demikian pula, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat
mempekerjakan lebih dari satu juta orang Meksiko di Maquiladoras (perusahaan
milik Amerika yang beroperasi di Meksiko), yang memungkinkan perusahaan
tersebut memproduksi barang dengan biaya rendah (upah buruh) guna memenuhi
pasar global. [2]
Unggulan-unggulan kompetitif maupun komperatif suatu negara akan saling
dimanfaatkan oleh semua negara yang tergabung dalam pasar bebas atau ekonomi
global. Hal ini sangat dimungkinkan antara lain berkat kemajuan teknologi
informasi, telekomunikasi satelit, dan komputer yang tidak mengenal batas dan
jarak antar negara dengan kecepatan cahayanya.
Dua komponen
penting yang boleh dikatakan telah meningkat dengan pesat dalam era
globalisasi. Pertama adalah impor dan ekspor, dan kedua adalah pasar modal. [3]
Ekspor impor makin bergairah antara lain disebabkan karena makin berkurangnya
hambatan perdagangan di antara negara-negara, sedangkan integrasi pasar modal
(uang) dapat dilihat dalam cepatnya proses pinjam-meminjam antar negara,
ditandai dengan munculnya IMF (International Monetary Fund)
Lingkungan Bisnis
dalam Ekonomi Global
1. Menjamurnya
sejumlah pesaing baru
Dengan
globalisasi yang melanda semua negara di dunia, perusahaan-perusahaan memasuki lingkungan bisnis yang berbeda
dengan yang sebelumnya. Pesaing bisnis datang tidak hanya dari lingkungan
domestik, tetapi juga dari mancanegara yang membawa teknologi kerja dan proses
kerja mutakhir. Bisnis eceran di Indonesia makin diramaikan oleh kehadiran
pebisnis internasional seperti Sogo, Carefour; bisnis fast-food domestik mulai bersaing dengan Kentucy, McDonald;
demikian pula pabrik sepatu lokal bersaing dengan Nike, Adidas. Dengan demikian
arus globalisasi berdampak terhadap jumlah pesaing.
2. Tekanan-tekanan
untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas
Pesaing tidak
hanya bertambah jumlahnya, melainkan juga mutunya. Perusahaan yang baru muncul,
tidak sekedar muncul melainkan muncul dengan produk yang bermutu lebih baik dan
harga yang lebih bersaing. Strategi bisnis yang mereka lakukan seringkali
mengejutkan pebisnis lama. Kreatif, inovatif, dan atraktif.
3.
Kesempatan-kesempatan baru
Adanya pasar
bebas dan mobilitas modal, informasi, maka dimungkinkan munculnya
gagasan-gagasan baru yang dapat terealisasikan. Hambatan-hambatan perdagangan
yang berkurang meningkatkan kegairahan berusaha. Kalaupun gagasan tersebut
sulit direalisasikan sendiri, maka kesempatan beraliansi dengan pihak lain
terbuka. Demikian pula kesempatan memperoleh modal usaha.
4. Deregulasi
Menjadi lebih
baik, lebih cepat, lebih kompetitif,
merupakan hal yang semakin penting. Hal ini dimungkinkan karena
regulasi-regulasi yang sebelumnya ada, dikurangi atau bahkan dihapuskan.
Deregulasi dalam bidang perbankan, telekomunikasi, penerbangan, dan lain
sebagainya. Contoh yang bisa diambil antara lain yang terjadi di Amerika
Serikat dan di negara industri lainnya seperri Jepang, Eropah, dan Prancis. Mulai dari industri penerbangan sampai
perbankan, agar berdaya saing secara nasional dan internasional, pemerintah di
negara-negara tersebut mencabut proteksi dan aturan tarif.
5. Keragaman Tenaga Kerja
Komposisi tenaga kerja bisa sangat beragam.
Etnik, kebangsaan, kelamin, keakhlian, pendidikan, nilai kerja, agama, dan lain
sebagainya. Pada tahun 2003 di mana AFTA akan mulai diaktifkan, sudah bisa
diduga bahwa banyak tenaga akhli asing yang akan bekerja di Indonesia. Demikian
pula akibat perkembangan teknologi kerja, makin bertambah pekerjaan yang
diambil alih oleh wanita/pria, dan makin banyaknya pasangan suami istri yang
bekerja
6. Sistem Sosial, Politik, Hukum Baru
Sistem perdagangan bebas menuntut pula
pemerintahan yang demokratis, pematuhan terhadap HAM, persamaan hak, aliansi
perdagangan, tekanan serikat pekerja internasional. Pemerintahan harus
dikelola dengan benar dan bersih (good
governance dan clean government).
Tanda-tanda era
globalisasi atau pasar bebas beserta teknologinya dapat dilihat dari adanya
kecenderungan-kecenderungan yang terjadi, antara lain :
-
Investasi
: tidak mengenal batas negara maupun hambatan geographis; lebih dipacu oleh
mutu dan kesempatan yang ada/ditawarkan; sebagian besar oleh swasta
-
Badan
Usaha : cepat dan penuh tanggap terhadap pasar maupun konsumen; bisnis lebih
terfokus; berorientasi global; lebih berbasis pada pengetahuan; ramping dan
nirbatas (borderless); multi sourcing dan aliansi; tergabung
dalam jaringan informasi bisnis global.
-
Proses
Teknologi : berbasis pada cabang/agen; tidak terpusat; mengorganisir sendiri;
manufaktur di lokasi jual; makin menggunakan teknologi cerdas; adanya standar
global (ISO); teknologi baru, aman dan bersih.
-
Produk
: makin ringan namun kuat, bersih, lebih pintar, daur hidup pendek; dapat
didaur ulang; komponen bekas dapat dipakai lagi; ramah lingkungan; dimensinya
semakin kecil; hemat energi.
-
Pasar/Konsumen : makin berorientasi pada produk global;
kompetitif dalam mutu; harga; purna jual; pelayanan[4]
Who Wins & Who
Loses ?
Judul di atas diambil dari sebuah situs
yang ramai mendiskusikan persoalan ekonomi global. Apakah ada pemenang dan
pecundang ?. Walau pertanyaan tersebut tampak sederhana, jawabannya masih belum
mampu diungkapkan dalam pelajaran-pelajaran ekonomi global. Globalisasi
mendesentralisasikan tenaga kerja, menjaga harga tetap murah, dan upah buruh
rendah. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat mengambil manfaat dari situasi
semacam itu, karena mereka mampu memproduksi barang-barangnya dengan biaya
rendah di negara lain. Bangsa Amerika juga menikmati harga pakaian dan
kebutuhan lain yang murah karena anggota dari negara berkembang memberikan upah
rendah kepada pekerjanya agar mampu mengekspor barangnya ke Amerika. Kapitalis
berhasil mencapai tujuannya, yaitu memaksimalkan keuntungan. Kini, makin banyak
bangsa Amerika yang mulai mempertanyakan etika situasi tersebut, lalu mereka
meminta agar negara berkembang memperbaiki kondisi HAM-nya. Sudah tentu, kita
tidak bisa lagi melihat pada entitas nasional untuk menemukan para “pemenang”
dan “pecundang”. Dalam dunia global pecundang tersebar di mana-mana, termasuk
juga pemenang. Dalam ekonomi global yang ideal, di mana ada isu global yang
standar seperti upah, peraturan tentang lingkungan, maka setiap orang
seharusnya menjadi pemenang.[5]
Dampak globalisasi terhadap organisasi dan
manajemen lokal
Bisakah Indonesia tidak ikut dalam proses
globalisasi ? Walaupun bisa menolak, namun tidaklah mudah, karena globalisasi
merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindarkan, apalagi negara kita
sudah terbelit utang dan juga masih memerlukan pinjaman dari negara-negara yang nota bene tergabung
dalam WTO, di mana kita juga menjadi anggotanya.
Bercermin pada negara lain, maka para “policymakers”, pendidik, bisnis, dan
industri harus sangat peduli pada era yang penuh persaingan ini. Misalnya,
Amerika Serikat dalam tujuan pendidikan nasionalnya secara eksplisit
menyebutkan bahwa mereka harus mempersiapkan bangsanya untuk menjadi pekerja
yang produktif dan senantiasa belajar guna menghadapi ekonomi global.
Pendidikan difokuskan pada upaya membantu rakyat memahami hubungan pendidikan
dengan dunia kerja dan memperoleh ketrampilan yang bisa dipakai di dunia kerja.
Mereka diberi informasi tentang apa itu ekonomi global, dan ketrampilan apa
yang dibutuhkan agar mereka bisa berpartisipasi di dalamnya.
Bagaimana daya tahan hidup bisnis lokal
dalam ekonomi global, sangat tergantung pada kinerja organisasinya. Organisasi
harus kompetitif atau mampu bersaing. Organisasi yang kompetitif dicirikan oleh
produktivitas, fleksibilitas, kecepatan, kualitas yang memadai, dan berfokus
pada pelanggan. Tuntutan agar perusahaan harus lebih kompetitif telah
menggiring perusahaan untuk melakukan perubahan dalam cara pengorganisasian dan
pengelolaan perusahaan. Beberapa cara yang telah dilakukan oleh
perusahan-perusahan yang cukup ternama antara lain adalah :
a. Pengubahan
struktur organisasi.
Bentuk organisasi
tradisional yang piramid tampaknya sudah bukan zamannya lagi. Dalam perusahaan
AT&T, cara baru pengorganisasian ditekankan pada team yang bekerja antar
fungsi melalui komunikasi antar departemen. Mereka mulai tidak menekankan pada
rantai komando yang terlampau ketat dalam mengambil keputusan. Di GE, Jack
Welch menerapkan “boundaryless
organization”, di mana pegawai tidak mengidentifikasi dirinya dengan satu
departemen yang terpisah, melainkan harus berinteraksi dengan siapa saja dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
b. Pemberdayaan
Pegawai.
Berbagai pakar beranggapan bahwa
organisasi masa kini harus meletakan pelanggan di atas segalanya, dan
menekankan bahwa setiap gerak yang dilakukan perusahaan harus mengarah pada
pemuasan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu perusahaan harus memberdayakan
pegawai, khususnya yang berada di garis depan.
c. Organisasi yang
datar makin menjadi norma umum.
Sebagai
pengganti organisasi piramid yang terdiri atas 7, 10, atau lebih lapisan
manajerial, disusun organisasi yang cenderung datar dengan lapisan manajerial
sekitar 3 atau empat lapis saja.
d. Kerja semakin
dirancang dalam bentuk “teams”, ketimbang terspe-
sialisasi dalam satu fungsi saja.
Di pabrik seorang pekerja tidak hanya
melakukan satu jenis pekerjaan secara berulang-ulang. Dia lebih merupakan
bagian dari tim kerja yang multifungsi.
e. Landasan kekuatan perusahaan berubah.
Dalam organisasi ekonomi global, posisi,
jabatan, dan kewenangan, bukan lagi menjadi alat yang memadai bagi manajer
untuk bisa menyelesaikan pekerjaan. Sebagai penggantinya adalah
“gagasan-gagasan yang baik”
f. Manajer masa kini harus mampu membangun
komitmen.
Membangun organisasi yang lebih baik,
lebih besar, lebih kompetitif, artinya mendatangkan pegawai-pegawai yang
mempunyai komitmen dan mampu mengendalikan diri.
g. Orientasi pada “human-capital”
Manusia sebagai unsur penentu keberhasilan
organisasi senantiasa harus menjadi pokok perhatian utama. Mulai dari manajer
tingkat teratas sampai dengan pegawai tingkat terbawah harus berkualitas,
akhli. “Pecundang dalam globalisasi adalah mereka yang tidak
meningkatkan keakhlian mereka. Mereka akan semakin hancur”. Demikian kata
Hemmer[6].
Di bawah ini ada
sebuah model yang dapat menjelaskan hubungan di antara perubahan lingkungan,
termasuk di dalamnya globalisasi dengan strategi yang sebaiknya dilakukan oleh
perusahaan dalam organisasi dan manajemennya.[7]
Berbagai pengamat menguraikan bahwa ekonomi global
yang kini terjadi merupakan satu bentuk transisi ke “ekonomi pengetahuan” atau
“masyarakat informasi”. Berbagai penulis dalam bidang manajemen beberapa tahun
belakangan ini menempatkan peran pengetahuan atau modal intelektual dalam dunia
bisnis. Nilai dari perusahaan berteknologi tinggi seperti perusahaan perangkat
lunak atau bioteknologi, bukanlah terletak pada kekayaan fisik yang bisa diukur
oleh para akuntan, melainkan pada hal-hal yang tak bisa diraba, yaitu
pengetahuan. Tahun-tahun belakangan ini makin diakui oleh lembaga-lembaga
internasional bahwa pengetahuan merupakan faktor krusial dalam produksi.
Beberapa konperensi pada tahun 1997 yang disponsori oleh Bank Dunia, telah
menempatkan pengetahuan dan “human capital” sebagai jantung dari
agenda ekonomi.[8]
Oleh karena itu di tingkatan mikro (organisasi perusahaan) mulai dikenalkan
konsep “knowledge management” atau “learning organization”.
ORGANISASI BELAJAR
Munculnya pesaing-pesaing baru dalam ekonomi global menuntut adanya
perluasan seperangkat ketrampilan yang “hard” (teknologi) dan “soft”
(interpersonal dan komunikasi) secara seimbang. Ketrampilan yang
diidentifikasikan oleh beberapa pengarang manajemen, meliputi manajemen
informasi, sumber-sumber daya, hubungan dengan manusia, dan “self-management”.
Titik awal, sudah tentu adalah ketrampilan dasar : membaca, menulis, berhitung,
dan, yang paling penting adalah
“kemampuan untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup” (ability to learn continuously throughout life). Sebagai
tambahan, pekerja “global” memerlukan fleksibilitas, kemampuan memecahkan
masalah dan mengambil keputusan, mampu beradaptasi, berpikir kreatif,
motivasi-diri, dan memiliki kapasitas refleksi.
Belajar?
Pada tingkat individual: memperoleh pengetahuan,
pemahaman, dan ketrampilan.
Pada tingkat organisasi: mengubah persepsi, visi,
strategi, dan mengalihkan pengetahuan
Pada tingkat individual dan organisasi: penemuan dan
pembaharuan – penciptaan, penjajagan pengetahuan baru, pemahaman gagasan-gagasan
baru.
Organisasi Belajar
Organisasi
belajar dapat dipandang sebagai tanggapan atas makin mening- katnya dinamika
dan “unpredictable”-nya
lingkungan bisnis. Ada beberapa penulis yang mengemukakan definisi:
“Inti organisasi belajar adalah kemampuan organisasi
untuk memanfaatkan kapasitas mental dari semua anggotanya guna menciptakan
sejenis proses yang akan menyempurnakan organisasi” (Nancy Dixon, 1994)[9]
“Organisasi di mana orang-orangnya secara
terus-menerus mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang
benar-benar mereka inginkan, di mana pola-pola berpikir baru dan berkembang
dipupuk, di mana aspirasi kelompok diberi kebebasan, dan di mana orang-orang
secara terus-menerus belajar mempelajari (learning
to learn) sesuatu secara bersama” (Peter Senge, 1990)[10]
Di samping itu ada satu definisi yang mencoba menguraikannya secara lebih
komprehensif. "Organisasi belajar adalah organisasi yang di dalamnya
terdapat sistem, mekanisme, dan proses, yang digunakan secara kontinyu oleh
anggota-anggotanya guna meningkatkan kapabilitas sehingga mampu mencapai
sasaran pribadinya dan komunitas di mana dia berpartisipasi" (David J.
Skyrme)[11]
Beberapa pokok pikiran penting yang mencirikan
organisasi belajar adalah:
-
Adaptif pada lingkungan eksternal
-
Terus-menerus meningkatkan kapabilitas untuk berubah
-
Mengembangkan kemampuan belajar
secara individual dan kolektif
-
Menggunakan hasil belajar untuk
mencapai hasil yang lebih baik.
Mengapa harus Organisasi Belajar ?
Awalnya perusahaan
berupaya memperbaiki produk, pelayanan, dan inovasinya melalui “continues
improvement” dan “breakthrough strategies”. Cari ini menghasilkan konsep yang
dikenal dengan Nama Total Quality Management (TQM) dan Business Process
Reengineering). Namun perusahaan menemukan fakta bahwa kegagalan
atau juga keberhasilan program-program tadi sangat ditentukan oleh faktor
manusia (human factors) seperti: ketrampilan, sikap dan budaya organisasi.
Art Kleiner
penyusun buku Fifth Discipline Fieldbook mengutarakan bahwa gagasan organisasi
belajar disebar luaskan guna:
-
mencapai kinerja tinggi dan memenangkan persaingan
-
hubungan dengan pelanggan lebih baik
-
menghindari penurunan
-
memperbaiki kualitas
-
memunculkan inovasi
-
memenuhi kebutuhan pribadi dan spiritual
-
meningkatkan kemampuan kita
dalam mengelola perubahan
-
bisa saling memahami
-
memperluas batasan-batasan
-
memperoleh kebebasan
-
menghargai saling ketergantungan
Komentar lain tentang organisasi belajar adalah:
-
lebih menyenangkan (fun) bekerja pada organisasi yang
menerapkan konsep organisasi belajar
-
organisasi belajar memberikan harapan kepada anggotanya untuk
memperoleh hasil yang lebih baik
-
organisasi belajar merupakan tempat bermain bagi gagasan kreatif
-
organisasi belajar merupakan tempat aman untuk berani mengambil resiko
dengan gagasan dan perilaku baru.
-
Dalam organisasi belajar setiap pendapat anggota dihargai dan siapapun
bisa berpendapat, tanpa dibatasi oleh posisinya dalam organisasi[12]
Tipe-tipe pembelajaran
Organisasi Belajar lebih
dari sekedar pelatihan (training). Pelatihan membantu seseorang mengembangkan ketrampilan
dalam bidang tertentu, sedangkan organisasi belajar mengembangkan
ketrampilan dan pengetahuan pada tingkat yang lebih tinggi. Ada 4 tipe pembelajaran yang
dikembangkan dalam organisasi belajar.
-
Pertama: Mempelajari fakta-fakta, pengetahuan, proses, dan prosedur.
Diaplikasikan pada situasi buruk yang telah diketahui.
-
Kedua: Mempelajari ketrampilan kerja baru yang bisa ditransfer ke
situasi lain. Diaplikasikan pada situasi baru yang memerlukan perubahan.
Membawa pakar dari luar organisasi merupakan Cara yang bermanfaat.
-
Ketiga: Belajar beradaptasi. Diaplikasikan pada situasi yang lebih
dinamis, di mana perlu dikembangkan cara pemecahan masalah. Percobaan
(eksperimen), dan menarik pelajaran dari kegagalan dan keberhasilan organisasi
lain merupakan Cara pembelajaran yang tepat.
-
Keempat: Belajar mempelajari sesuatu. Di sini
kita bicarakan inovasi dan kreativitas; merancang masa depan, tidak sekedar
beradaptasi. Jika organisasi sudah mencapai tingkat ini maka yang dijadikan
sasaran tidak hanya pada organisasi, melainkan juga pada semangat industrial.
Keempat tipe pembelajaran
tersebut dapat diaplikasikan ke tiga tingkat peserta belajar: INDIVIDU –
KELOMPOK – ORGANISASI
THE
FIFTH DISCIPLINE[13]
Organisasi
Belajar, belajar berinovasi secara terus menerus dengan cara menempatkan
perhatian pada “lima komponen”. Memang, kelimanya tidak pernah bisa terkuasai,
tetapi organisasi yang terbaik mempraktekannya secara konstan.
1. System Thinking : Orang dalam organisasi belajar bekerja dalam
lingkungan sistemik. Jntung berpikir sistem adalah kesadaran Akan keterkaitan
dirinya dalam tim, keterkaitan tim dengan organisasi, keterkaitan organisasi
dengan lingkungan yang lebih luas lagi.
2. Personal Mastery: Dalam
organisasi belajar, individu dan profesinya dipandang sebagai faktor yang
krusial untuk membawa keberhasilan organisasi. Oleh karena itu individu tidak
boleh berhenti belajar. Dia harus memiliki visi (mimpi) pribadi, harus kreatif,
dan harus komit pada kebenaran. 7 Habits of Effective People.
3.
Mental Models: Respon atau perilaku kita atas lingkungan dipengaruhi
oleh asumsi yang ada dalam pikiran kita tentang pekerjaan dan organisasi.
Kognitif. Persoalannya muncul ketika mental kita terbatas atau bahkan tidak
berfungsi, sehingga menghalangi perkembangan organisasi. Dalam
organisasi belajar model mental menjadi tidak terbatas, melainkan bebas dan
selalu bisa berubah. Jika organisasi menginginkan berubah menjadi organisasi
belajar maka harus bisa mengatasi ketakutan-ketakutan atau kecemasan-kecemasan
untuk berpikir.
4.
Shared Vision: Tujuan, nilai,
misi Akan sangat berdampak pada perilaku dalam organisasi, jika dibagikan dan
dipahami bersama, dan dimiliki oleh semua anggota organisasi. Gambaran masa
depan organisasi merupakan juga mimpi-mimpi indah kelompok dan individu. Visi
bersama akan menghasilkan komitmen yang kokoh dari individu ketimbang visi yang
hanya datang dari atas.
5. Team Learning: Tim senantiasa ada dalam setiap organisasi. Sebutannya
bermacam-macam: departemen, unit, divisi, panitia, dan lain sebagainya.
Seringkali seorang individu berfungsi di beberapa Tim. Dalam organisasi
individu harus mampu mendudukan dirinya dalam Tim. Dia harus mampu berpikir
bersama, berdialog, saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu melihat dirinya
sendiri sebagai satu unit yang tidak bisa terpisahkan dari unit lain, dan
saling tergantung.
Ciri-ciri Organisasi Belajar
·
Misi dan Visi Perusahaan dinyatakan dan dipahami secara luas oleh
anggota organisasi
·
Mengalirkan Misi dan Visi ke Kelompok, Divisi, dan Depatemen.
·
Misi dan Visi perusahaan merupakan inspirasi yang membimbing kinerja
setiap anggota organisasi
·
Menyediakan pelatihan berkesinambungan bagi setiap anggota di setiap
tingkatan
·
Para manajer mengalirkan
jenis-jenis pelatihan kepada para anak buahnya.
·
Mengembangkan budaya kerja dalam Tim.
·
Memberdayakan pegawai agar mampu bekerja tanpa arahan langsung dari
manajer, atau melaksanakan “continuous improvement” berdasarkan visi bersama.
·
Memelihara iklim keterbukaan
·
Mendorong eksperimen-eksperimen kerja dan keberanian mengambil resiko,
dan mencegah saling menyalahkan.
·
Komunikasi terbuka agar semua
pegawai “well-informed” – (tidak percaya pada rumor).
·
Memiliki mekanisme kesadaran untuk menyebarkan pengetahuan dan
pemahaman
·
Keputusan diambil berdasarkan fakta
·
Di semua level, diajarkan dan diaplikasikan cara mendianosis, analisis,
dan pengambilan keputusan
·
Konstan menilai pasar, pesaing, lingkungan, dan mengevaluasi ulang
strategi-strateginya
·
Mencobakan gagasan baru, menyebarkannya jika berhasil, atau membuang
dan memperbaikinya jika gagal.
·
Berinvestasi pada Litbang
(R&D)
·
Sering memperkenalkan proses kerja baru, produk dan pelayanan baru
·
Secara konstan memperbaiki kapabilitas dan kinerja
·
Memahami klien atau pelanggan, dan berdialog dengan mereka secara berkesinambungan
·
Menetapkan tujuan yang jelas, dan yakin tujuan tersebut diketahui oleh
semua orang
·
Mendorong semua pegawai untuk secara konstan menantang kondisi “status
quo”
·
Mengurangi permainan politik dalam perusahaan
·
Menghargai, menghargai, menghargai
·
Memperpendek siklus waktu kerja di semua proses
·
Tidak memelihara sikap “berpuas
diri”
·
Memiliki pegawai yang kepuasan
kerja dan kebanggaan atas pekerjaan tinggi
·
Fokus pada pencegahan ketimbang perbaikan
·
Melibatkan setiap orang dalam “continuous improvement”
Getting Started
Banyak
cara untuk mulai menciptakan iklim Organisasi Belajar salah satu cara adalah :
·
Mulai dari “top” – membantu untuk memberikan
daya dorong
·
Mulai dari masalah yang kronis (menahun) – selalu baik untuk
memunculkan pemikiran
·
Bentuk “Task Force” – tapi masih memerlukan dorongan dan visi
·
Mulai dengan mendiagnosa organisasi – Dept SDM dapat dijadikan
konsultan (seharusnya)
·
Kaitkan dengan proses yang sedang berlangsung
·
Kaji ulang proses dan sistem yang ada – audit untuk mengetahui
“capability gap”
·
Kembangkan sistem baru.
[1] Mansour Fakh, Sesat Pikir :
Teori Pembangunan dan Globalisasi, 2001
[2]Millman,
J. (1999) Wall Street Journal , October 29
[4] Hadi
Waratama, Pengembangan SDM untuk Sektor Manufaktur pada Era Pasar Bebas, (1998)
[6] Prof.
Dr. Hans-Rimbert Hemmer, Globalisasi Akan Dapat Meningkatkan Kemakmuran, Tempo
Interaktif, 2001.
[7] Gary
Dessler, Human Resurce Management, 2000.
[8]http://www.skyrme.com/insights/21gke.htm
[9] Nancy
Dixon, The Organizational Learning, 1994
[10] Peter
M. Senge, The Fifth Discipline Fieldbook : Strategies and Tools for Building a
Learning, 1994.
[12] Richard
Karash :http://www.learning-org.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar