Mata Kuliah : MANAGEMENT KEUANGAN INTERNASIONAL
SKS :
3
Mata Kuliah Prasyarat : Manajemen Keuangan
Dosen : António B. Cárceres
A.
Deskripsi; Mata
kuliah ini memberikan pemahaman dan pengertian kepada mahasiswa tentang masalah-masalah
perbedaan mata uang, system moneter, inflasi, bisnis global dan peranan MNC,
disamping itu kita juga perlu memperhatikan risiko politik yang ada pada suatu
negara.
B.
Tujuan; Mahasiswa
diharapkan mampu mengerti tentang masalah-masalah perbedaan mata uang, system
moneter, inflasi, bisnis global dan peranan MNC, disamping itu kita juga perlu
memperhatikan risiko politik yang ada pada suatu negara.
C.
Metode
Pengajaran; Dalam proses perkuliahan mata kuliah ini dapat disampaikan dalam
bentuk tutorial dan latihan soal-soal.
D.
Buku Acuan; Modrajad
Kuncoro. 2008 Manajemen Keuangan Internasional Edisi V BPFE Yogyakarta, Donald
A. Ball 2007 Buku Lima. Salembah Empat. Suad Husnan. 2003 Manajemen Keuangan
Internasional, Teori Dan Penerapan. BPFE Yogyakarta.
E.
Penilaian
Komponene Nilai
|
Bobot
|
Ujian Midle
|
30%
|
Ujian Akhir
|
50%
|
Tugas
|
10%
|
Quis
|
10%
|
BAB
I
Pergeseran
Global
Berbagai
peristiwa telah mewarnai dan membentuk arah ekonomi global. Di antaranya:
Krisis system moneter internasional (Bretton Woods), krisis utang luar negeri,
krisis minyak dan komoditas primer lainnya, muncul negara-negara industry baru
(NICs), terjadinya crash di pasar modal internasional pada bulan Oktober 1987,
bubarnya negara Uni Soviet yang diikuti dengan kecenderungan free market
socialism dan integrasi negara-negara Eropa menuju Uni-Moneter Eropa. Semua
secara terpisah maupun simultan menunjukkan bahwa kita hidup dalam dunia yang
semakin terintegrasi. Gejala globalisasi menjadi keniscayaan. Suatu hal yang
tidak dapat dihindari. Bahkan
kecenderungan ini menimpah negara-negara yang tadinya mengisolasi diri terhadap
dunia luar. Disadari atau tidak, dunia telah terjadi transformasi dari
nasionalisasi, ke regionalisasi dan akhirnya globalisasi.
Terjadinya
globalisasi disebabkan oleh dua factor yaitu:
1. Adanya
dorongan investasi (investment push)
yang di mulai dari adanya Rencana Marshall (Marshall Plan). Negara-negara Eropa
Barat dan Jepang yang tadinya sempat kacau balau perekonomiannya akibat perang
dunia II, dengan injeksi bantuan luar negeri dari Amerika Serikat, yang
kemudian popular dengan nama Rencana Marshall, terbukti mampu bangkit kembali.
Tak pelak lagi mengalirlah bantuan dari Amerika Serikat dalam bentuk hibah non-militer
dan modal jangka panjang kepada Jerman Barat, Itali dan Jepang, juga kepada Inggris
dan Perancis, sejarah mencatat negara-negara penerima bantuan tersebut berhasil
dalam melakukan program rekonstruksi ekonominya. Belakangan malah negara-negara
tersebut berbalik menjadi donatur utama yang memberikan pinjaman dan sekaligus
investor utama yang melakukan investasi asing.
2. Adanya
GATT (General Agreement on Tariff and
Trade) merupakan penarik utama di sisi permintaan (demand pull). Melengkapi dorongan investasi dari Rencana Marshall,
terikan permintaan dilakukan lewat perluasan perdagangan yang saling
menguntungkan, melalui angka pengganda ekspor terhadap kesempatan kerja,
pendapatan dan investasi. Argument para industrialis Amerika Serikat adalah
bila pasar dan perbaikan ekonomi Eropa Barat dibantu dengan Rencana Marshall,
maka manfaat program tersebut bagi Amerika Serikat adalah terbukanya akses bagi
komositi produksi Amerika Serikat ke pasar Eropa dan lainnya. Kerangka formal
liberalisasi perdagangan adalah kompromi perdaangan yang disebut GATT pada
Januari 1948. Ini sebenarnya merupakan produk alternative dan usul ambisius
Keynes tahun 1945 untuk membentuk Organisasi Perdagangan Internasional (ITO).
ITO ternyata tidak disetujui AS, dan proposal liberalisasi perdagangan mendapat
tantangan keras dari India, Australia dan negara-negara lain. GATT akhirnya
mencuat sebagai kompromi sementara, yang mulanya ditanda tangani oleh 22
negara. Yang patut dicatat disini tujuan utama GATT adalah:
1. Pengurangan
tariff
2. Pelarangan
hambatan kuantitatif dan non-tariff lainnya dan
3. Penghapusan
diskriminasi perdagangan, harus diakui, telah sedikit banyak berperan dalam
membentuk arah perdagangan global.
Gelombang globalisasi
semakin kuat terutama diakibatkan oleh terjadinya kecenderungan berikut ini:
1. Aliran
dana dan modal semakin menembus batas negara mengukuhkan fenomena nationless
dan borderless.
2. Investor
asing semakin getol membeli dan menjual asset financial dan riil. Investasi
internasional dalam bentuk obligasi dan surat-surat berharga pasar uang
meningkat secara dramatis sebagai akibat dilonggarkannya hambatan-hambatan yang
tadinya menghalangi transaksi antar negara. Pada gilirannya hal ini
mengakibatkan semakin populernya strategi pembiayaan dan portofolio
internasional
3. Institusi-institusi
keuangan asing semakin gencar menembus pusat-pusat keuangan dunia dan regional.
Pada gilirannya fenomena ini menyebabkan menjamurnya praktek perbankan
internasional.
4. Perusahaan
semakin banyak mencatatkan dan menawarkan sahamnya di pasar modal internasional
sehingga memungkinkan transaksi saham berlangsung 24 jam. Pasar modal
internasional kian menjadi pilihan pembiayaan usaha bagi perusahaan dan
pemerintah di nagara mana pun.
5. Libaralisasi
dan deregulasi sector financial melanda hampir sebagian besar negara di seluruh
dunia.
Pada dasawarsa
terakhir, gelombang globalisasi yang menghantam aktivitas ekonomi setidaknya
memiliki dua dimensi:
1. Terjadinya
pergeseran kekuatan ekonomi global, yang memunculkan tiga megamarket ekonomi
dunia; (1) MEE, (2) Amerika Utara dan (3) Asia Timur dan Tenggara (dengan
Jepang sebagai motor utama). Tiga kawasan ini mendominasi produksi dan
perdagangan global; menghasilkan 70% ekspor dunia dan 62% produk manufaktur
dunia. Apalagi dengan dibentuknya program Uni Moneter Eropa.
2. Globalisasi
investasi mendorong tumbuh dan menyebarkan perusahaan transnasional (TNS).
Teori perdagangan “tradisional” yang biasanya mengasumsikan factor-faktor
produksi (modal, tenaga kerja dan tanah) tidak bebas berpindah dan tidak ada
skala ekonomi dalam berproduksi, menjadi tidak relevan dengan adanya TNC.
Kendati TNC mempunyai banyak persamaan, namun satu hal yang tidak diragukan
adalah TNC dari negara induk yang berbeda menghasilkan TNC dengan cirri dan
perilaku yang berbeda. Tradisi America Serikat menghasilkan TNC yang memiliki international structure dengan cirri
adanya divisi domestic dan internasional yang bersaing dalam memanfaatkan
sumberdaya, general manajer menyampaikan laporan kepada wakil presiden
internasional, dan terbatasnya pertukaran ide, orang dan sumberdaya. Tradisi
Eropa menghasilkan TNC dengan multinational
structure, dimana perhatian terutama ditujukan dalam mendirikan cabang di
luar negeri dan general manajer menyampaikan laporan langsung kepada eksekutif
puncak. Tradisi Jepang menghasilkan TNC dengan cirri global structure dimana
markas besar mendistribusikan sumberdaya tanpa membedakan asal negara dan
terdapat control central yang kuat.
Oleh karena itu, tantangan utama bagi organisasi ketika mereka berpaling ke
pasar global adalah mengatasi terbatasnya struktur organisasi, melakukan
sentral control dengan adaptasi lokal seperlunya, dan mentransfer pengetahuan
antar negara.
Interdependensi
Global
Secara
umum, perkembangan terakhir sampai awal 1990-an ini telah mempercepat momentum
globalisasi pasar keuangan hingga akhir abad ini. Globalisasi telah mengubah
pola hubungan financial, proses produksi, perdagangan, teknologi informasi, dan
hubungan ekonomi lain, yang pada gilirannya menimbulkan gejala menyatunya
ekonomi semua bangsa. “Kita hidup dalam dunia tanpa batas”, kata Lester Brown
(1972), penulis buku World Without
Borders. Kata kunci dalam
era globalisasi adalah interdependensi antara bangsa.
Interdependensi juga dialami oleh negara-negara yang
tadinya tidak tergantung dengan negara lain. Dalam kasus USA, misalnya, negara
dunia ketiga (NSB) memasok 80% impor minyak USA, 26% dari impor negara
industry, 25% dari impor barang modal, dan 53% dari impor barang konsumsi. Bagi
negara industry maju, memang kebanyakan tergantung dari suplai energy dan bahan
mentah dari NSB. NSB juga merupakan pasar yang potensial bagi ekspor barang
produksi negara maju. Todaro (2005) mencatat fakta menarik berikut: (1) pada
awal dasa warsa 1980-an lebih dari 41% dari total ekspor USA menuju NSB; (2)
satu dari setiap 6 pekerjaan disektor manufaktur USA amat tergantung pada ekspor
ke NSB; (3) dari 20 rekan perdagangan USA yang terbesar, 11 adalah NSB, dan
secara bersama-sama 11 negara ini menyumbang lebih dari 26% total perdagangan
USA dan 22% total ekspor USA.
Ketika
NSB mengalami kemacetan ekonomi, negara industry merasakan akibatnya dalam
bentuk penurunan ekspor dan meningkatnya pengangguran. Sebagai contoh, saat
resesi ekonomi 1981-1982, penjualan ke NSB penghasil non-migas anjlok lebih
dari US$ 24 milliar. Sebaliknya, resesi yang melanda negara-negara maju dan
anjloknya harga minyak dan komoditi primer lainnya pada awal dasa-warsa
1980-an, telah menyebabkan banyak NSB mengkaji ulang strategi pembangunannya.
Inilah yang terkenal dengan penyesuaian structural terhadap goncangan
eksternal.
BAB II
MASALAH PERBEDAAN
MATA UANG
slamat siang...
BalasHapusTOLONG SAMPEKAN KEPADA BP ANTONIO.. DICARI MAS ABDUL NEW STARS COMPUTER SALATIGA... HUB SAYA VIA EMAIL. doel051@yahoo.com sanagat penting ( urgent)