I. PENDAHULUA
Neraca pembayaran merupakan
suatu catatan sistematis mengenai transaksi ekonomi antara penduduk suatu
negara dan penduduk negara lainnya dalam suatu periode tertentu.
Transaksi tersebut diklasifikasikan ke dalam
transaksi berjalan, transaksi modal, dan lalu lintas moneter. Transaksi
berjalan terdiri atas ekspor ataupun impor barang dan jasa, sedangkan
transaksi modal terdiri atas arus modal
sektor pemerintah ataupun swasta, baik yang bersifat jangka pendek maupun
jangka panjang. Lalu lintas moneter adalah perubahan dalam cadangan devisa.
Dengan demikian, neraca pembayaran memberikan gambaran arus penerimaan dan pengeluaran devisa serta perubahan
neto cadangan devisa.
|
Kebijaksanaan
neraca pembayaran sebagai bagian integral dari kebijaksanaan pembangunan dalam
PJP II tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pembangunan, dan stabilitas nasional. Di bidang perdagangan, kebijaksanaan
ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri dalam negeri,
menunjang pengembangan ekspor nonmigas, memelihara kestabilan harga dan
penyediaan barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri, serta menunjang iklim usaha yang menarik bagi penanaman modal. Kebijaksanaan di
bidang pinjaman luar negeri melengkapi kebutuhan pembiayaan pembangunan di
dalam negeri, dan diarahkan untuk menjaga kestabilan perkembangan neraca pembayaran secara keseluruhan. Kebijaksanaan kurs devisa diarahkan untuk
mendorong ekspor nonmigas dan
mendukung kebijaksanaan moneter dalam
negeri.
Kebijaksanaan neraca pembayaran yang
serasi dan terpadu dengan kebijaksanaan pembangunan lainnya merupakan faktor
penting dalam pencapaian sasaran pembangunan. Kondisi neraca pembayaran yang
mantap mendorong arus perdagangan luar
negeri, meningkatkan lalu lintas modal luar negeri untuk kepentingan pembangunan nasional, serta mendukung pertumbuhan
|
GBHN
1993 menggariskan bahwa pembangunan nasional yang makin meluas dan
kompleks dengan penerapan iptek yang makin canggih
memerlukan peningkatan kemampuan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
dan pengawasan dalam manajemen pembangunan nasional yang terpadu, berpijak pada
potensi, kekuatan efektif dan kemampuan dalam negeri yang dilandasi disiplin,
tanggung jawab, semangat pengabdian, dan semangat pembangunan serta kemampuan
profesional yang tinggi.
Dalam PJP II dana untuk
pembiayaan pembangunan terutama digali dari sumber kemampuan sendiri.
Sumber dana luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap, dengan
prinsip peningkatan kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan dan mencegah
keterikatan serta campur tangan asing. Pembangunan nasional pada dasarnya
diselenggarakan oleh masyarakat bersama pemerintah. Oleh karena itu, peranan
masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan
mendorong kesadaran, pemahaman, dan penghayatan bahwa pembangunan adalah hak, kewajiban, dan tanggung jawab seluruh
rakyat.
GBHN 1993 menegaskan bahwa dalam
Repelita VI impor barang dan jasa diarahkan untuk meningkatkan produksi dalam
negeri yang berorientasi pada ekspor, penghematan devisa, dan pola hidup
sederhana. GBHN 1993 juga memberi petunjuk bahwa pembangunan yang diperoleh dari sumber dalam negeri harus lebih
ditingkatkan. Pembangunan yang makin meningkat memerlukan biaya yang makin besar yang tidak dapat sepenuhnya dibiayai dari sumber dana dalam negeri.
Oleh karena itu, diperlukan pembiayaan dari
sumber dana luar negeri sebagai pelengkap yang
Di samping itu, dalam Repelita VI, GBHN 1993 memberi petunjuk
bahwa penanaman modal dalam negeri dan modal asing makin didorong untuk memacu
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
kegiatan ekonomi serta memperluas kesempatan
usaha dan lapangan kerja. Kemudahan dan iklim investasi yang lebih
menarik terus dikembangkan antara lain dengan penyediaan sarana dan prasarana
ekonomi yang memadai, peraturan perundang-undangan yang mendukung dan penyederhanaan prosedur pelayanan investasi serta
kebijaksanaan ekonomi makro yang tepat.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan neraca
pembayaran perlu dipegang dengan teguh seluruh asas nasional, terutama asas
kemandirian, yaitu bahwa pembangunan nasional berlandaskan pada kepercayaan
akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian
bangsa. Untuk itu, seluruh sumber kekuatan nasional, baik yang efektif maupun potensial, didayagunakan dan dilaksanakan dengan
memperhatikan seluruh faktor dominan yang dapat mempengaruhi lancarnya
pencapaian sasaran pembangunan.
Dalam melaksanakan kebijaksanaan neraca pembayaran perlu
memperhatikan seluruh kaidah penuntun dan berlandaskan pada pengarahan GBHN
1993 seperti tersebut di atas.
II. KEBIJAKSANAAN NERACA PEMBAYARAN DALAM PJP I
1. Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri
Meskipun harus melewati berbagai guncangan perekonomian yang terjadi, baik di luar maupun di dalam
negeri, perkembangan neraca pembayaran
selama PJP I secara umum terkendali dengan baik.
Hal itu dimungkinkan berkat diambilnya berbagai kebijaksanaan di bidang neraca pembayaran dan kebijaksanaan
ekonomi makro lainnya guna mengamankan posisi dan kondisi neraca pembayaran
Indonesia dari waktu ke waktu. Dengan disertai kebijaksanaan sistem devisa bebas, keadaan neraca pembayaran selama PJP I
terbukti telah turut mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi
perekonomian nasional, dan memantapkan arus perdagangan dan modal luar negeri.
Pada awal pelaksanaan pembangunan nasional, kebijaksanaan di bidang neraca pembayaran diprioritaskan untuk
menunjang perbaikan kondisi perekonomian dalam negeri melalui
rehabilitasi dan perluasan kapasitas
produksi, perbaikan sarana dan prasarana
industri yang menghasilkan barang kebutuhan dalam negeri dan ekspor,
stabilisasi harga kebutuhan pokok masyarakat, penyediaan bahan baku dan barang modal bagi kebutuhan industri dalam negeri,
serta penyempurnaan sistem devisa bebas dan tingkat kurs devisa yang realistis.
|
|
Di awal tahun 1980-an neraca pembayaran Indonesia mengalami guncangan akibat merosotnya harga minyak
bumi yang saat itu merupakan penyumbang terbesar bagi penerimaan devisa Indonesia. Berbagai harga komoditas primer lainnya
merosot tajam di pasar internasional. Untuk mengamankan kelanjutan
pembangunan dan situasi neraca pembayaran, pada bulan Maret 1983 rupiah didevaluasikan sebesar 27,8 persen
dari Rp 700,00 per US dollar menjadi Rp 970,00 per US dollar, dan
sejumlah proyek besar dengan komponen impor tinggi yang dibiayai pinjaman luar
negeri dijadwalkan kembali.
Guna mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan
meningkatkan efisiensi nasional maka mulai tahun 1983 Pemerintah melancarkan
serangkaian kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Untuk menggalakkan
ekspor nonmigas, di bidang perdagangan luar negeri telah dilakukan pula
penyempurnaan tata niaga, perizinan, pengangkutan, permodalan, perpajakan, dan
perbankan.
Akibat terus merosotnya harga
minyak bumi di pasar internasional hingga mencapai di bawah US$ 10,0 per barel
dan untuk mengamankan neraca pembayaran dan kesinambungan pembangunan, pada bulan September 1986 Pemerintah
mengambil kebijaksanaan devaluasi
rupiah sebesar 31 persen dari Rp 1.134,00 per US dollar menjadi Rp
1.644,00 per US dollar. Sejak itu, Pemerintah secara aktif menempuh
kebijaksanaan sistem kurs valuta yang mengambang dan terkendali. Bersama-sama
dengan kebijaksanaan deregulasi di bidang
lainnya, kebijaksanaan kurs
|
Dengan
berbagai kebijaksanaan mendorong ekspor tersebut, nilai ekspor nonmigas meningkat dengan cukup pesat
dan peranannya dalam keseluruhan
nilai ekspor makin besar. Ekspor nonmigas telah menjadi andalan dan penggerak utama pembangunan. Jenis dan macam komoditas
ekspor nonmigas makin beragam, dan
makin banyak dalam bentuk komoditas olahan, termasuk komoditas hasil industri
sedang, kecil, dan kerajinan. Demikian pula, pasaran ekspor komoditas nonmigas
makin luas, dengan dilakukannya berbagai usaha terobosan pasar dan kegiatan promosi secara aktif.
Sebagai
kelanjutan dari kebijaksanaan sebelumnya, pada bulan Oktober tahun 1993
telah dikeluarkan paket kebijaksanaan yang bersifat menyeluruh, mencakup sektor
industri, kesehatan, lingkungan hidup,
perdagangan, dan penanaman modal, yang berisikan perubahan mendasar dalam rangka peningkatan daya saing industri nasional dan menyangkut struktur bea masuk, tata
niaga, perizinan, permodalan, dan perpajakan.
Indonesia aktif berperan di berbagai
forum internasional di bidang perdagangan, baik hubungan bilateral, regional
maupun multilateral. Indonesia secara aktif
ikut dalam Persetujuan Umum tentang
Tarif dan Perdagangan (General
Agreement on Tariffs and Trade, GATT), Konferensi Perdagangan dan
Pembangunan PBB (United Nation Conference on Trade and Development, UNCTAD), kerja sama ASEAN (Association of South East Asian Nations), dan
berbagai forum kerja sama internasional lainnya, seperti Organisasi Kopi
Internasional (International Coffee Organization, ICO), Organisasi Kayu
Tropis Internasional (International Tropical Timber Organization, ITTO),
Asosiasi Negara Penghasil Karet Alam (Association of Natural Rubber Producing Countries, ANRPC), Asosiasi Negara Produsen Timah (Association
of Tin Producing Countries, ATPC), dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization
of Petroleum Exporting Countries, OPEC).
|
2. Perkembangan Neraca
Pembayaran
Selama PJP I neraca pembayaran telah berkembang ke arah
struktur yang lebih seimbang. Apabila dalam dasawarsa 1970-an sumber penerimaan devisa Indonesia sebagian besar
diperoleh dari ekspor migas, maka
mulai dasawarsa 1980-an sumber penerimaan devisa sudah meluas. Ekspor
nonmigas makin meningkat. Penerimaan jasa, terutama dari pariwisata juga meningkat.
Impor nonmigas makin mengarah ke bahan baku dan penolong serta barang modal
yang dibutuhkan untuk investasi dan industri di dalam negeri. Dalam transaksi
modal, pinjaman luar negeri pemerintah,
pemasukan modal swasta, termasuk PMA, merupakan pos pembiayaan penting.
Dengan demikian, landasan neraca pembayaran makin beragam. Keadaan itu telah
meningkatkan ketahanan perekonomian nasional
terhadap guncangan yang terjadi, baik di dalam negeri maupun di dunia
internasional.
Selama PJP I, nilai
keseluruhan ekspor telah meningkat menjadi sekitar 43 kali atau rata-rata sebesar 16,0 persen per tahun, dari US$ 872 juta pada
tahun 1968 menjadi US$ 37,2 miliar
pada tahun 1993/94. Ekspor nonmigas meningkat lebih pesat lagi, yaitu rata-rata sebesar 16,7 persen per tahun atau menjadi
sekitar 50 kali, dari US$ 569 juta pada tahun 1968 menjadi US$ 28,2 miliar pada
tahun 1993/94 (Tabel 7 - 1).
372
|
Sejalan dengan meningkatnya
kegiatan industri dan investasi di dalam negeri, kebutuhan akan barang
impor terus meningkat, khususnya bahan baku dan penolong serta barang modal.
Dalam PJP I nilai keseluruhan impor telah meningkat dengan rata-rata sebesar
15,1 persen per tahun, yaitu dari US$ 831 juta pada tahun 1968 menjadi US$ 29,2
miliar pada tahun 1993/94. Dalam Repelita V,
nilai impor nonmigas meningkat dengan cukup tinggi pada dua tahun pertama,
yaitu 21,3 persen dan 31,0 persen masing-masing pada tahun 1989/90 dan 1990/91.
Hal itu terutama disebabkan oleh memanasnya kegiatan perekonomian dalam negeri.
Dengan langkah penyejukan perekonomian, laju pertumbuhan impor nonmigas dalam tahun 1990/91-1993/94 dapat
dikendalikan menjadi rata-rata 10,0 persen per tahun.
Pengeluaran devisa neto untuk jasa
dalam PJP I meningkat dengan rata-rata 14,9 persen per tahun, yaitu dari US$
328 juta pada tahun 1968 menjadi US$ 10,9 miliar pada tahun 1993/94. Dalam
Repelita V, keseluruhan pengeluaran jasa neto meningkat rata-rata sebesar 8,1
persen per tahun, yang terdiri atas jasa sektor migas rata-rata sebesar 3,5
persen, dan sektor nonmigas rata-rata sebesar
10,2 persen per tahun. Penerimaan devisa dari pariwisata
373
|
Sebagai negara berkembang yang masih
membutuhkan dana pembangunan yang
besar, transaksi berjalan secara umum menunjukkan
defisit, kecuali pada tahun 1979/80 dan tahun 1980/81, pada waktu terjadi kenaikan harga minyak bumi dan
harga ekspor komoditas lainnya.
Besarnya defisit bervariasi seiring dengan perkembangan ekspor dan impor barang
ataupun jasa. Defisit transaksi berjalan pada tahun 1989/90 adalah sebesar US$
1,6 miliar, kemudian meningkat menjadi sebesar US$ 3,7 miliar pada tahun 1990/91, dan sebesar US$ 4,4 miliar pada
tahun 1991/92. Besarnya defisit transaksi berjalan tersebut karena
meningkatnya suhu perekonomian pada
waktu itu. Selanjutnya, defisit transaksi berjalan
dapat dikendalikan sehingga menjadi US$ 2,6 miliar pada tahun 1992/93, dan diperkirakan menjadi US$ 2,9 miliar pada tahun
1993/94.
Dana yang berasal dari luar
negeri meliputi pinjaman pemerintah, pinjaman komersial sektor swasta, dan
penanaman modal asing. Dalam PJP I pinjaman luar negeri pemerintah meningkat
dari US$ 266 juta pada tahun 1968 menjadi US$ 5,9 miliar pada tahun 1993/94.
Pinjaman terbesar diperoleh dalam bantuan proyek bersyarat lunak,
kemudian disusul oleh pinjaman lainnya dan
bantuan program. Sejalan dengan masa tenggang waktu dan meningkatnya pinjaman
yang jatuh tempo, pelunasan pinjaman pemerintah naik dari US$ 3,8 miliar
pada tahun 1988/89 menjadi US$ 5,1
miliar pada tahun 1993/94. Meskipun pelunasan
pinjaman meningkat, dengan peningkatan ekspor, perbandingan pelunasan hutang
pemerintah dan swasta terhadap nilai ekspor (Debt Service Ratio, DSR) menurun dari 37,5 persen pada tahun 1989/90
menjadi 30,5 persen pada tahun 1993/94.
374
|
Cadangan
devisa selama PJP I berhasil dipelihara pada tingkat yang memadai untuk menciptakan iklim yang aman
bagi kebutuhan transaksi luar negeri
dan kebutuhan pembangunan nasional. Jumlah cadangan devisa selama Repelita V meningkat dari US$ 6,0 miliar pada
tahun 1988/89 menjadi US$ 13,1 miliar pada tahun 1993/94. Jumlah cadangan devisa pada tahun 1993/94 cukup
untuk membiayai impor (c.&f.) selama 5,5 bulan.
III. TANTANGAN,
KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN
Kebijaksanaan
neraca pembayaran internasional selama PJP I diarahkan agar sasaran-sasaran pembangunan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam PJP II kebijaksanaan
neraca pembayaran internasional
diarahkan terutama untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, meningkatkan kemampuan ekspor serta
menunjang iklim usaha. Untuk itu,
perlu dikenali berbagai tantangan, kendala, dan peluang yang ada.
1. Tantangan
Setelah melewati resesi berat di awal tahun 1980-an,
perekonomian dunia mengalami kebangkitan kembali dan pertumbuhan yang panjang selama tahun-tahun selanjutnya
dalam
dasawarsa tersebut. Namun, berbagai
gejolak dan ketidakpastian tetap mewarnai perkembangannya sehingga resesi
ringan muncul kembali ketika memasuki dasawarsa 1990-an. Berbagai
ketidakpastian dan perkembangan yang kurang menguntungkan seperti
ketidakstabilan kurs mata uang utama, meluasnya gejala proteksionisme terutama
di negara maju, melemahnya harga komiditas primer, dan timbulnya blok ekonomi
sebagai akibat terjadinya perubahan tatanan ekonomi dan politik di berbagai kawasan diperkirakan akan tetap mewarnai
perkembangan ekonomi dunia di masa depan. Tantangan yang dihadapi oleh
Indonesia adalah bagaimana memperkuat daya
tahan perekonomian nasional sehingga dapat mengatasi berbagai
ketidakpastian dan keadaan yang kurang menguntungkan tersebut sehingga momentum
pembangunan dapat tetap terpelihara dan sasarannya tercapai.
Kecenderungan globalisasi yang makin kuat sejak dua puluh tahun
terakhir, yang antara lain disebabkan oleh penurunan biaya transportasi dan
komunikasi akibat kemajuan teknologi, telah menyebabkan lalu lintas barang, jasa,
modal, dan faktor produksi lainnya mengalir dengan bebas dan hampir tidak
mengenal batasbatas wilayah negara. Di satu pihak, keadaan itu telah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dunia walaupun tidak secara merata dinikmati oleh tiap
negara. Di pihak lain, keadaan tersebut telah menciptakan persaingan yang kian
tajam antarnegara dalam memperebutkan pasar.
Kecenderungan globalisasi tersebut diperkirakan masih akan berlanjut dalam PJP II. Tantangan yang dihadapi
oleh Indonesia adalah bagaimana memenangkan persaingan yang makin tajam di
pasar internasional, terutama dalam meningkatkan pangsa pasar ekspor di
berbagai pasar dunia..
375
|
376
|
Kegiatan
ekonomi dan pembangunan akan memerlukan devisa yang makin besar. Dengan makin menurunnya peranan ekspor migas,
tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memacu ekspor nonmigas, termasuk ekspor jasa, di masa depan. Selain itu, walaupun macam dan jenis ekspor nonmigas telah
makin beragam, basis ekspor masih tetap sempit dan
terkonsentrasi pada komoditas seperti
tekstil dan pakaian jadi, kayu lapis, udang dan ikan, karet, serta alat-alat listrik. Demikian pula,
meskipun pasar ekspor telah makin meluas,
namun masih terpusat pada beberapa negara saja. Oleh karena itu,
tantangan berikutnya yang dihadapi adalah bagaimana memperluas basis komoditas ekspor Indonesia dan memantapkan pasar
tradisional serta meningkatkan penerobosan pasar baru yang potensial sehingga
memperkuat keandalan sisi penerimaan devisa.
Hubungan internasional yang
patut diperhatikan dewasa ini dan waktu mendatang adalah hal yang
berkaitan dengan berbagai isu politik dan isu
lain seperti lingkungan hidup yang dipermasalahkan,
terutama oleh negara maju, dan dikaitkan dengan hubungan ekonomi, perdagangan, dan penyaluran dana pinjaman. Oleh karena itu, menjadi tantangan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut sesuai dengan falsafah hidup dan pembangunan bangsa Indonesia.
377
|
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan meningkatnya kegiatan pembangunan serta pendapatan masyarakat memerlukan
impor yang makin meningkat pula. Kebijaksanaan impor yang ditempuh adalah mendukung dan mendorong pertumbuhan
industri yang efisien dan tangguh, menjamin tersedianya barang dan jasa yang
belum dihasilkan di dalam negeri, dan mendorong ekspor. Merupakan tantangan untuk senantiasa mengupayakan
penggunaan devisa secara hemat dan
efisien sehingga keseimbangan neraca pembayaran tetap dapat terjaga.
Berakhirnya perang dingin dan
berlangsungnya restrukturisasi ekonomi
dan politik di negara Eropa Timur dan bekas Uni Soviet dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan di negara berkembang, seperti RRC, Vietnam, dan negara Asia lainnya
mempengaruhi tatanan ekonomi dan arus modal internasional. Oleh karena itu,
masalah yang dihadapi di pasar uang dan modal internasional adalah makin
tajamnya persaingan untuk menarik dana internasional, baik dalam bentuk
pinjaman lunak, pinjaman komersial maupun
investasi langsung. Tantangannya adalah bagaimana
378
|
Guna mendorong
pertumbuhan ekonomi yang pesat diperlukan investasi yang cukup besar. Pembiayaannya terutama harus berasal dari sumber pembiayaan dalam negeri, sedangkan
sumber-sumber luar negeri adalah sebagai pelengkap. Sebagai sumber dana
pelengkap, sumber-sumber dana luar negeri yang mencakup penanaman modal dan pinjaman luar negeri masih diperlukan bagi
pembangunan. Penanaman modal asing (PMA) perlu terus didorong, bukan hanya
sebagai sumber dana tetapi juga sumber teknologi baru dan keterampilan baru.
Pinjaman luar negeri tetap dimanfaatkan
sepanjang tidak memberatkan perekonomian nasional sekarang dan di masa
mendatang. Terutama bagi pinjaman komersial
dan pinjaman tidak lunak lainnya, harus diupayakan agar tetap dalam batas-batas yang aman bagi neraca
pembayaran dalam jangka panjang. Selain itu harus diupayakan agar
pengembalian pinjaman yang dilakukan, baik jumlah cicilan maupun bunganya tetap
dalam batas kemampuan untuk membayarnya karena jika tidak, kestabilan perekonomian akan menjadi terganggu dan dapat
berkembang ke arah spekulasi. Oleh karena itu, merupakan tantangan pula dalam
kebijaksanaan neraca pembayaran untuk senantiasa mengupayakan agar besarnya
kewajiban pelunasan kembali pinjaman yang dilakukan, terutama pinjaman di
sektor swasta, tidak menimbulkan guncangan terhadap posisi neraca pembayaran
internasional yang dapat mengganggu kestabilan perekonomian.
2. Kendala
Terus melemahnya harga komoditas primer, termasuk minyak bumi, di pasar internasional sebagai akibat
lemahnya permintaan
terutama di
negara-negara industri di satu pihak dan terus meningkatnya produksi di negara
penghasil di pihak lain merupakan kendala yang sukar dipecahkan dan berakibat menurunnya
nilai tukar perdagangan komoditas primer Indonesia. Kecenderungan menurunnya harga minyak dunia dan Indonesia cukup
berpengaruh terhadap penerimaan devisa dari ekspor.
Tingginya pengangguran dan
terdesaknya beberapa jenis industri manufaktur di negara maju oleh
negara industri baru telah menyebabkan kecenderungan perdagangan dunia,
terutama negara maju, makin protektif.
Hal itu merupakan kendala bagi peningkatan akses pasar komoditas ekspor
Indonesia di pasar internasional.
Merupakan kendala berikutnya
pula dalam upaya meningkatkan ekspor adalah lemahnya ketangguhan sisi
penawaran ekspor, terutama kesinambungan produksi, mutu, kemasan, ketepatan
waktu pengiriman, penguasaan informasi dan antisipasi pasar, pemahaman hukum
perdagangan, dan persyaratan perdagangan internasional lainnya. Di samping itu,
kendala struktural yang dihadapi
oleh sektor ekspor adalah kurang memadainya penyediaan prasarana penunjang, seperti tenaga listrik,
transportasi, dan komunikasi.
Relatif rendahnya kualitas
angkatan kerja Indonesia dewasa ini merupakan
kendala dalam upaya mengembangkan sisi penawaran ekspor. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya penguasaan keterampilan dan teknologi untuk menghasilkan
komoditas ekspor yang bernilai tambah
tinggi.
Besarnya defisit transaksi
berjalan terutama disebabkan oleh defisit dalam pos jasa. Kendala yang dihadapi
dalam usaha memperkecil defisit neraca jasa adalah lemahnya daya saing berbagai
industri jasa yang dimiliki.
379
|
380
|
3. Peluang
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan
budaya yang beraneka ragam. Dengan potensi sumber daya mineral, kelautan,
hutan, dan sumber daya alam lainnya serta kekayaan dan keanekaragaman budaya,
Indonesia mempunyai peluang cukup besar untuk meningkatkan penerimaan devisa
dari ekspor dan pariwisata.
Indonesia, bersama negara di kawasan Asia Pasifik lainnya
mengalami pertumbuhan cukup tinggi dalam dua dasawarsa terakhir. Arus
perdagangan dan modal antarnegara di kawasan ini sangat pesat. Pusat pertumbuhan ekonomi dunia dalam abad ke-21
adalah di kawasan Asia Pasifik. Indonesia dapat memanfaatkan berbagai peluang yang timbul dari kecenderungan
pertumbuhan di kawasan ini.
Kerja sama ASEAN, baik dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi merupakan peluang yang penting bagi
kepentingan sesama negara anggota
ataupun bagi kepentingan Indonesia. Terbentuknya AFTA dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan arus perdagangan antarnegara serta peningkatan industri dalam
negeri.
Solidaritas dan semangat kerja sama
antara sesama negara berkembang dan anggota Gerakan Nonblok merupakan peluang
pula untuk meningkatkan arus perdagangan barang dan jasa serta modal antara
Indonesia dengan sesama negara berkembang lainnya.
Meningkatnya kualitas sumber daya
manusia Indonesia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
peluang untuk meningkatkan komoditas ekspor unggulan, terutama komoditas
industri pengolahan yang bernilai tambah tinggi, serta untuk meningkatkan
ekspor jasa, termasuk tenaga kerja.
Kebijaksanaan
kurs valuta yang secara aktif mengambang dan terkendali sejak tahun 1986 telah mengurangi timbulnya guncangan
penyesuaian kurs, dan mendorong daya saing komoditas ekspor Indonesia. Hal itu
juga mendukung upaya peningkatan ekspor Indonesia.
IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN
1. Arahan GBHN 1993
GBHN mengamanatkan bahwa setiap
perkembangan, perubahan dan gejolak dunia,
baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
militer, terus diikuti secara saksama agar secara dini dapat diperkirakan terjadinya masalah yang dapat
mempengaruhi stabilisasi nasional, serta yang menghambat kelancaran
pembangunan dan pencapaian tujuan nasional agar dapat diambil langkah yang
tepat dan cepat untuk mengatasinya. Perkembangan dunia yang mengandung peluang
yang menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
GBHN menggariskan pula bahwa
kebijaksanaan fiskal, moneter, dan neraca
pembayaran dilaksanakan secara serasi
dalam rangka mendukung pemerataan
pembangunan dan hasilnya yang makin meluas dengan pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis.
381
|
382
|
Di bidang impor GBHN 1993
mengamanatkan bahwa kebijaksanaan impor ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan barang dan jasa, khususnya barang modal, bahan baku dan bahan
penolong untuk mendorong pengembangan industri dalam negeri sehingga mampu menghasilkan barang dan jasa dengan mutu dan
harga yang bersaing dalam rangka menunjang ekspor dan mendorong
penggunaan produksi dalam negeri. Perlu pula dilakukan penghematan penggunaan
devisa, terutama yang digunakan untuk impor barang mewah.
Di
bidang penanaman modal dan pinjaman luar negeri GBHN 1993 menyatakan
bahwa sumber dana luar negeri dimanfaatkan sebaik-baiknya
bagi pembangunan nasional, yaitu sebagai sumber pelengkap pembiayaan
pembangunan dan sebagai wahana alih teknologi
yang efektif. Penanaman modal asing terus didorong bagi kegiatan ekspor
dan kegiatan pembangunan yang belum ditanggulangi dengan modal dan kemampuan
teknologi dalam negeri melalui pengembangan iklim yang menarik, prosedur yang
sederhana, pelayanan yang lancar, sarana dan prasarana ekonomi yang menunjang, serta peraturan yang konsisten
sehingga memberi jaminan kepastian
berusaha dan keamanan investasi. Bantuan luar negeri dan pinjaman luar negeri dimanfaatkan sepanjang tidak ada
383
|
2. Sasaran
Dengan bertumpu pada Trilogi
Pembangunan, sasaran kebijaksanaan neraca pembayaran dalam PJP II diarahkan
pada tercapainya berbagai sasaran pembangunan bidang ekonomi sebagaimana
yang diamanatkan oleh GBHN 1993. Dalam rangka
mewujudkan perekonomian yang mandiri
dan andal, sasaran pokok kebijaksanaan neraca pembayaran dalam PJP II
adalah terciptanya kemampuan
perekonomian untuk meningkatkan perolehan devisa yang diperlukan bagi pembiayaan pembangunan sehingga makin terwujud
kemampuan membangun dengan kekuatan sendiri.
Perkiraan
neraca pembayaran Indonesia dalam Repelita VI didasarkan pada dua asumsi pokok,
yaitu asumsi mengenai berbagai perkembangan ekonomi dunia dan berbagai perkembangan ekonomi makro di dalam negeri. Asumsi
mengenai berbagai perkembangan
perekonomian internasional tersebut mencakup
laju pertumbuhan ekonomi dunia, terutama negara maju, tingkat inflasi dunia, tingkat suku bunga,
serta nilai paritas antara valuta negara
industri utama. Di dalam negeri, perkiraan neraca pembayaran sangat terkait
dengan sasaran yang ditentukan untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan, pola pertumbuhan di tiap sektor ekonomi, dan sasaran pertumbuhan
investasi, baik di tiap-tiap sektor ekonomi ataupun secara keseluruhan, serta
berbagai perkiraan sumber pembiayaan investasi, baik dari dalam maupun dari
luar negeri. Penentuan sasaran sumber pembiayaan dari luar negeri, yang
pada gilirannya menentukan arus lalu lintas
modal luar negeri, baik pemerintah maupun swasta, selalu mengacu pada asas
kemandirian yang merupakan asas pokok dalam PJP II.
384
|
Nilai ekspor migas diperkirakan hanya meningkat rata-rata sebesar 0,8 persen per tahun, yaitu dari US$ 9,0
miliar pada tahun 1993/94 menjadi US$
9,4 miliar pada tahun 1998/99. Peningkatan yang lambat ini disebabkan
oleh relatif lemahnya harga di pasar internasional
dan terbatasnya produksi di dalam negeri, sedangkan tingkat konsumsi
dalam negeri terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, pendapatan
masyarakat, dan kegiatan pembangunan di sektor lainnya.
Nilai impor nonmigas selama Repelita VI diperkirakan meningkat
dengan rata-rata 15 persen per tahun. Untuk menunjang pertumbuhan sektor industri, impor bahan bake dan penolong serta
barang modal diperkirakan terus bertambah besar walaupun kemampuan produksi
dari dalam negeri meningkat dengan cepat. Sebaliknya, peranan impor barang
konsumsi makin menurun sebagai akibat makin
banyaknya barang konsumsi yang dihasilkan di dalam negeri dan makin
mendalam serta meluasnya kegiatan industri
pengolahan di dalam negeri yang mampu bersaing dengan barang impor.
Selama Repelita VI impor sektor
migas diperkirakan meningkat rata-rata sebesar 7,9 persen per tahun. Nilai
impor tersebut terutama dipengaruhi oleh investasi di bidang perminyakan dan volume beserta harga impor minyak bumi mentah yang
diperlukan untuk konsumsi dalam negeri.
385
|
SASARAN
NERACA PEMBAYARAN,
1994/95 -1998/99
1994/95 -1998/99
(jute
US dollar)
|
Akhir
|
Repelita
VI
|
||||
U r a i a n
|
Repelita
V 1)
|
1994/95
|
1995/96
|
1996/97
|
1997/98
|
1998/99
|
A. Barang dan jasa
1.
Ekspor (f.o.b.)
|
37186
|
41962
|
47653
|
53997
|
61564
|
70623
|
a. Bukan minyak bumi
& gas alam cair
|
28189
|
32762
|
38166
|
44544
|
52118
|
61239
|
b. Minyak dan gas bumi
|
9017
|
9200
|
9487
|
9453
|
9448
|
9384
|
2. Impor (f.o.b.)
|
-29198
|
-33213
|
-37827
|
-43385
|
-49437
|
-56945
|
a. Bukan minyak bumi
& gas alam cair
|
-25904
|
-29686
|
-34080
|
-39199
|
-45160
|
-52128
|
b. Minyak dan gas bumi
|
-3294
|
-3527
|
-3747
|
-4188
|
-4277
|
-4817
|
3. Jasa-jasa (neto)
|
-10876
|
-11859
|
-12971
|
-14037
|
-15262
|
-16474
|
a. Bukan minyak bumi
& gas alam cair
|
-7902
|
-8737
|
-9703
|
-10733
|
-11830
|
-12996
|
b. Minyak dan gas bumi
|
-2974
|
-3122
|
-3288
|
-3304
|
-3432
|
-3478
|
4. Transaksi berjalan
|
-2888
|
-3110
|
-3145
|
-3425
|
-3135
|
-2796
|
a. Bukan minyak bumi
& gas alam cair
|
-5837
|
-5661
|
-5617
|
-5388
|
-4872
|
-3885
|
b. Minyak dan gas bumi
|
2749
|
2551
|
2472
|
1963
|
1737
|
1089
|
B. Pinjaman pemerintah
|
5894
|
5713
|
6487
|
6350
|
8628
|
8724
|
1. Bantuan program
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2. Bantuan
proyek dan pinjaman lain
|
5894
|
5713
|
8487
|
6350
|
8828
|
6724
|
C. Pelunasan pinjaman
pemerintah 2)
|
-5148
|
-4973
|
-5165
|
-4484
|
-4474
|
-4860
|
D. Pemasukan modal lain
|
6683
|
3571
|
4433
|
4958
|
5368
|
5330
|
1. Investasi langsung
(neto)
|
2048
|
2307
|
2487
|
2702
|
2729
|
2930
|
2. Modal lainnya
|
4835
|
1284
|
1946
|
2254
|
2639
|
2400
|
E. Lalu lintas moneter
|
-1113
|
-1201
|
-2810
|
-3417
|
-4387
|
-4398
|
F. Selisih yang tidak
diperhitungkan
|
-3430
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
|
|
|
|
|
|
Catatan
: 1) Angka perkiraan realisasi (tahun
terakhir Repelita V) 2) Pokok pinjaman
386
|
Defisit transaksi berjalan
selama Repelita VI tetap dalam batas yang aman, yaitu jika pada tahun
1993/94 diperkirakan sebesar US$ 2,9 miliar, atau 2,0 persen terhadap PDB, maka
pada tahun 1998/99 diperkirakan akan mencapai US$ 2,8 miliar, atau 1,3 persen
terhadap PDB.
Pinjaman pemerintah selama
Repelita VI sebagian besar tetap dalam bentuk pinjaman bersyarat lunak.
Realisasi pinjaman per tahun yang berasal dari komitmen di masa lampau dan
komitmen yang diperoleh selama Repelita VI diperkirakan meningkat dari US$ 5,9 miliar pada tahun 1993/94 menjadi sekitar
US$ 6,7 miliar pada tahun 1998/99.
Dalam pengelolaan pinjaman luar
negeri pemerintah, pembayaran bunga dan
angsuran pokok atas pinjaman setiap tahunnya berada pada tingkat yang
aman dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
jalannya pembangunan nasional. Peningkatan hasil devisa dari ekspor, terutama ekspor nonmigas,
memungkinkan penurunan dalam perbandingan
pelunasan hutang terhadap nilai ekspor (DSR)
TABEL 7-3
SASARAN JASA-JASA DI LUAR SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI,
1994/95 - 1998199
(jute US dollar)
SASARAN JASA-JASA DI LUAR SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI,
1994/95 - 1998199
(jute US dollar)
|
Akhir
|
Repelita VI
|
|||||
U r a i a n
|
Repelita
V 1)
|
1994/95
|
1995196
|
1996197
N
|
1997/98
|
1998/99
|
Laju
Pertumbuhan
Rata-rata
(%)
|
A Jasa-jasa non
faktor (neto)
|
-4211
|
-4350
|
X128
|
-8094
|
-759
|
-8381
|
14.8
|
1.
Pengangkutan
|
-2878
|
-3265
|
-3749
|
-4312
|
-4968
|
-5734
|
14,8
|
2.
Perjalanan/pariwisata
|
2299
|
2550
|
2916
|
3388
|
4018
|
4911
|
16,4
|
a.Penerimaan
|
3811
|
4420
|
5167
|
6109
|
7324
|
8944
|
18,6
|
b.Pengeluaran
|
-1512
|
-1870
|
-2251
|
-2721
|
-3306
|
-4033
|
21,7
|
3. Biaya angkutan lain
|
-682
|
-750
|
-825
|
-908
|
-998
|
-1098
|
10,0
|
4.Jasa-jasa lainnya
|
-2950
|
-2885
|
-3470
|
-4262
|
-5211
|
-6460
|
17,0
|
B. Pendapatan faktor
(neto)
|
-3691
|
-4387
|
-4575
|
4639
|
-4671
|
-4815
|
46
|
1. Bunga dan transfer
keuntungan
|
|
|
|
|
|
|
|
PMA/bank-bank
asing 2)
|
-3982
|
-4731
|
-4998
|
-5175
|
-5375
|
-5588
|
8,9
|
2. Transfer tenaga kerja di Iuar negeri
|
291
|
344
|
421
|
536
|
704
|
953
|
26,8
|
J u m l a h
|
-7902
|
-8737
|
-9703
|
-10733
|
-11830
|
-12996
|
105
|
Catatan
: 1) Angka perkiraan realieasi
(tahun terakhir Repelita V)
2)
Termasuk bunga sektor swasta dan BUMN
388
|
Berbagai upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan iklim investasi yang menarik selama Repelita VI diharapkan
akan meningkatkan arus masuk modal swasta sehingga investasi langsung neto
diperkirakan meningkat minimal sebesar rata-rata 7,4 persen per tahun, yaitu
dari US$ 2,0 miliar pada tahun 1993/94 menjadi US$ 2,9 miliar pada tahun
1998/99. Pemasukan modal swasta
lainnya diperkirakan menurun dengan rata-rata 12,3 persen per tahun, yaitu dari US$ 4,6 miliar pada tahun 1993/94 menjadi
US$ 2,4 miliar pada tahun 1998/99. DSR sektor swasta diperkirakan menurun dari
9,4 persen pada akhir Repelita V menjadi 7,6 persen pada akhir Repelita VI.
Jumlah pinjaman pemerintah
dan swasta pada akhir Repelita V sekitar
US$ 83 miliar. Persentasenya terhadap PDB akan menurun dari sekitar 57 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 46 persen
pada akhir Repelita VI. DSR sektor pemerintah dan swasta secara keseluruhan akan menurun dari 30,5 persen pada akhir Repelita V
menjadi 20,6 persen pada akhir Repelita VI.
Cadangan devisa selama
Repelita VI diupayakan tetap pada tingkat yang aman setiap tahunnya,
yaitu cukup untuk membiayai sekitar 5 bulan
impor (c. & f.). Keseluruhan keadaan itu menunjukkan bahwa pada
akhir Repelita VI ekonomi Indonesia akan lebih mandiri.
3. Kebijaksanaan
Sebagai bagian dari
kebijaksanaan pembangunan, kebijaksanaan neraca pembayaran dilaksanakan
secara serasi dengan kebijaksanaan fiskal
dan moneter guna mendukung pemerataan pembangunan dan hasilnya secara
meluas, pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
389
|
Dalam Repelita VI kebijaksanaan neraca pembayaran diarahkan
untuk menunjang tercapainya sasaran laju pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata
6,2 persen per tahun, mewujudkan tatanan
perekonomian nasional yang kukuh, memelihara ketahanan ekonomi yang
mantap dan dinamis, serta menumbuhkan lapisan pengusaha
yang mampu bersaing dalam skala internasional, dengan memberikan
perhatian khusus kepada pengusaha menengah dan kecil.
Kebijaksanaan neraca pembayaran diarahkan untuk terus mendorong ekspor, meningkatkan dan sekaligus
menghemat devisa dengan meningkatkan
industri pengganti impor dan meningkatkan efisiensi penggunaan devisa,
memanfaatkan modal dan pinjaman luar negeri untuk kegiatan produktif,
menciptakan iklim usaha yang menarik bagi penanaman modal, memelihara
stabilitas nilai tukar rupiah, dan memupuk cadangan devisa yang memadai.
Berbagai ketidakpastian
dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan internasional diupayakan untuk
diantisipasi sedini mungkin dan disiapkan alternatif pemecahannya untuk
mengamankan jalannya pembangunan nasional. Dalam kaitan itu, peningkatan kerja
sama bilateral, multilateral, dan regional di berbagai forum internasional,
seperti UNCTAD, GATT, Perjanji an
komoditas, OPEC, dan Gerakan Nonblok akan terus dimantapkan dalam rangka
menjaga dan memperjuangkan kepentingan nasional.
390
|
Ekspor memiliki aspek strategis tidak saja sebagai penghasil
devisa yang dibutuhkan dalam pembangunan, tetapi juga untuk meningkatkan lapangan kerja, kesempatan berusaha,
dan memacu laju pembangunan. Pokok kebijaksanaan di bidang ekspor dalam
Repelita VI ditujukan untuk meningkatkan penghasilan devisa, memperluas basis
ekspor, baik dengan meningkatkan keragaman komoditas maupun perluasan pasar
ekspor barang dan jasa Indonesia, dan
meningkatkan daya saing komoditas ekspor di pasar internasional.
Dalam rangka meningkatkan dan memantapkan penerimaan devisa
dari migas diupayakan pemantapan harga minyak di pasar internasional melalui
kerja sama yang lebih erat antar sesama negara anggota OPEC. Makin besarnya
kebutuhan migas untuk konsumsi dalam negeri
menekan kemampuan ekspor minyak bumi. Oleh karena itu, usaha pencarian
dan pengalihan ke energi alternatif, seperti batu bara, terus dimantapkan.
Untuk mengimbangi turunnya penerimaaan migas, eskpor nonmigas harus meningkat
lebih cepat lagi.
Tercapainya berbagai sasaran
pembangunan dalam Repelita VI sangat
ditentukan oleh keberhasilan peningkatan ekspor nonmigas. Langkah
penting dalam rangka peningkatan penerimaan ekspor nonmigas adalah
penganekaragaman komoditas ekspor melalui pemanfaatan sumber daya alam dan manusia
serta teknologi. Meningkatnya ragam
komoditas ekspor Indonesia, terutama dengan tahap pengolahan lebih
lanjut, berarti pula meningkatnya nilai tambah dan kesempatan kerja. Ekspor
hasil industri terus ditingkatkan efisiensi dan daya saingnya sehingga menghasilkan
barang yang makin bermutu, bernilai tambah tinggi dan padat keterampilan sehingga menciptakan keunggulan
kompetitif di pasar internasional.
Penganekaragaman jenis
komoditas ekspor dan peningkatan tahap
pengolahan akan memperkukuh landasan ekspor sehingga
Daya saing komoditas ekspor Indonesia di pasar
internasional ditingkatkan melalui peningkatan efisiensi seluruh jajaran produksi, pemasaran, tata niaga, disertai usaha
meningkatkan mutu, jaminan kesinambungan,
ketepatan waktu penyerahan, serta pemenuhan persyaratan perdagangan
internasional lainnya. Upaya tersebut didukung dengan peningkatan sarana dan
prasarana penunjang ekspor, terutama perkreditan, perasuransian, lalu
lintas keuangan, jasa pengangkutan,
dukungan perangkat hukum, pelayanan usaha,
penyediaan jaringan informasi pasar, peningkatan promosi, serta peningkatan
akses pasar melalui kerja sama perdagangan internasional dan regional, baik bilateral maupun multilateral.
Kebijaksanaan
deregulasi di bidang ekspor terus dilanjutkan sehingga makin meningkatkan daya
saing komoditas ekspor Indonesia di pasar internasional. Keterkaitan yang
saling menguntungkan antara produsen dan eksportir dibina dan diperluas,
terutama dalam rangka mendorong ekspor oleh pengusaha menengah dan
kecil. Kawasan pengolahan ekspor terus
dikembangkan dan dimantapkan pemanfaatannya sehingga mendorong produksi ekspor
barang industri, meningkatkan lapangan kerja, dan menarik investasi.
Kebijaksanaan pengelolaan kurs valuta
asing yang tetap menjaga daya saing komoditas ekspor Indonesia sangat penting dan terus dilanjutkan.
b. Kebijaksanaan di Bidang Impor dan Jasa
391
|
392
|
Kebijaksanaan impor,
khususnya impor barang modal dan bahan baku serta penolong, diarahkan untuk
mendorong peningkatan investasi di berbagai sektor ekonomi dan pengembangan
industri dalam negeri yang efisien, kukuh dan tangguh sehingga mampu
menghasilkan barang dan jasa dengan mutu dan harga yang bersaing, sekaligus
menunjang ekspor dan mendorong penggunaan produksi dalam negeri. Penghematan
penggunaan devisa dilakukan, terutama yang digunakan untuk impor barang mewah.
Seiring dengan kebijaksanaan pengembangan industri dalam negeri, kebijaksanaan impor diarahkan untuk
meningkatkan efisiensi perekonomian nasional dengan membebaskan dan melonggarkan
tata niaga berbagai jenis barang impor, restrukturisasi tarif, dan penurunan tarif secara bertahap dan transparan.
Pengendalian besarnya
defisit dalam pos jasa ditempuh melalui
kebijaksanaan peningkatan penerimaan devisa dari jasa, terutama jasa
pariwisata dan transfer pendapatan tenaga kerja di luar negeri, serta jasa konstruksi. Penghematan pengeluaran
jasa dilakukan melalui peningkatan kemampuan produksi sektor jasa oleh
perusahaan dalam negeri, terutama di bidang
pengangkutan barang ekspor dan impor, asuransi, jasa perbankan, dan jasa
keuangan lainnya.
Impor barang dan jasa untuk
kebutuhan pemerintah dikendalikan,
kecuali untuk yang sangat dibutuhkan dan tidak dapat dihasilkan di dalam negeri. Pengadaan barang-barang
kebutuhan pemerintah senantiasa mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.
Dalam upaya meningkatkan
laju pembangunan nasional, selain
terus meningkatkan sumber pembiayaan dari dalam negeri, sumber pembiayaan luar negeri tetap diperlukan. Dalam
menuju masyarakat yang maju dan mandiri, seperti diamanatkan oleh GBHN, secara
relatif sumber pembiayaan luar negeri
diupayakan menurun.
Sumber pembiayaan luar
negeri dalam bentuk investasi langsung (penanaman modal asing/PMA) didorong
untuk memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan peran aktif masyarakat,
serta memperluas kesempatan usaha dan
lapangan kerja. Penanaman modal asing didorong bagi kegiatan ekspor dan
kegiatan pembangunan yang belum dapat
dilakukan oleh modal dan kemampuan teknologi dalam negeri.
Dalam rangka itu, diupayakan
untuk mengembangkan iklim investasi yang menarik, prosedur yang sederhana,
pelayanan yang lancar, sarana dan prasarana yang menunjang, serta peraturan
yang konsisten sehingga memberi jaminan kepastian berusaha dan keamanan investasi. Kemudahan dan iklim investasi
yang sehat dan menarik dikembangkan, antara lain, dengan
menyediakan sarana dan prasarana
ekonomi yang memadai, peraturan perundangundangan yang mendukung,
penyederhanaan prosedur pelayanan investasi serta kebijaksanaan ekonomi makro
yang tepat. Pelaksanaan kebijaksanaan
deregulasi, debirokratisasi, dan desentralisasi di bidang penanaman modal dalam negeri dan asing terus dimantapkan,
baik di pusat maupun di daerah-daerah, sehingga Indonesia merupakan tempat
menarik bagi para investor.
Kebijaksanaan penanaman
modal diarahkan untuk mendorong pengusaha menengah dan kecil agar dapat tumbuh
dan berkembang sehingga memperkukuh tatanan perekonomian nasional.
393
|
394
|
Pengelolaan pinjaman luar
negeri yang mencakup mekanisme pemantauan dan evaluasi yang cermat
tentang jumlah, komposisi, denominasi
valuta, tingkat suku bunga, dan jatuh waktu pelunasan akan terus
disempurnakan. Dengan demikian, pada saat terjadi gejolak keuangan internasional,
berbagai langkah pengamanan dapat segera ditempuh. Pengelolaan pinjaman luar
negeri juga diarahkan untuk mengurangi risiko gejolak tingkat bunga dan
perubahan kurs valuta, serta dampak terhadap beban hutang. Kebijaksanaan diarahkan pula agar terwujud peningkatan kapasitas pengembalian, baik pembayaran cicilan pokok maupun
bunga atas hutang luar negeri. Kebijaksanaan diarahkan agar perbandingan
antara jumlah pelunasan hutang terhadap
nilai ekspor berada pada tingkat yang
cukup aman ditinjau dari perkembangan perekonomi an secara keseluruhan.
Pinjaman komersial luar negeri swasta perlu terus dipantau dan
diantisipasi kecenderungannya. Dengan adanya pemantauan yang cermat dan efektif, kebijaksanaan dan pengamanan dini dapat
dilaksanakan melalui kebijaksanaan fiskal-moneter yang tepat sehingga beban pembayaran kembali pinjaman tetap
berada dalam batas kemampuan ekonomi Indonesia.
d. Kebijaksanaan Devisa
Dalam rangka menciptakan posisi neraca pembayaran yang makin mantap, kebijaksanaan devisa dalam Repelita
VI diarahkan untuk senantiasa
menjaga kondisi perekonomian yang sehat, andal, dan sekaligus mendorong
ekspor, mengendalikan impor barang dan
395
|
e. Kerja Sama Ekonomi
Luar Negeri
Dalam Repelita VI kerja sama ekonomi luar negeri yang telah dirintis selama ini terus dimantapkan. Dalam
rangka itu, Indonesia akan turut
secara aktif dalam berbagai forum ekonomi internasional baik bilateral,
regional maupun multilateral dengan tujuan untuk mengamankan dan memperjuangkan kepentingan nasional. Dalam rangka Gerakan Nonblok, Indonesia akan melanjutkan
peran aktifnya untuk memperjuangkan
kepentingan negara anggota, terutama dalam upaya meningkatkan kegiatan
pembangunan dan terwujudnya dialog yang
positif dan saling menguntungkan antara Utara dan Selatan.
Solidaritas dan kesatuan sikap antara negara
berkembang dimantapkan dalam usaha
memperjuangkan mantapnya pasar dan perjanjian komoditas primer, usaha
menghilangkan hambatan perdagangan, serta meningkatkan kerja sama ekonomi dan
teknik antarnegara berkembang. Dalam rangka ASEAN, melalui kerja sama
antarnegara anggota, baik antarpemerintah maupun antarmasyarakat, diupayakan kegiatan yang makin memperkukuh
ketahanan nasional dan regional melalui forum kerja sama ekonomi, politik,
sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
A
AFTA = ASEAN Free Trade Area
ANRPC = Association of Natural Rubber
Producing
Countries
APM = angka partisipasi murni
ATPC = Association of Tin Producing Countries
B
Bapedal =
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Bapepam = Badan Pelaksana Pasar Modal
BBM = bahan bakar minyak
BIS = Bank
for International Settlements
BKB = Bina Keluarga Balita
BKPMD =
Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
BPKP =
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan
BPN = Badan Pertanahan Nasional
BPR = bank perkreditan rakyat
Bulog = Badan Urusan Logistik
C
CAP = Cadangan Anggaran Pembangunan
CCCN =
Custom Cooperation Council Nomenclature
CFRS = custom fast release system
D
DSR =
debt service ratio
G
396
|
397
|
hankam hankamneg hansip
HS
I
ICO IDT Inpres ipeda iptek ITTO
K kamtibmas KB
KEP KK
KLBI km
KPR KTI KTT KUD KUK Kupedes KUT KVA
L
lansia
linmas LKBB LNG
= pertahanan
keamanan
= pertahanan
keamanan negara = pertahanan sipil
= harmonized system
= International
Coffee Organization
= Inpres
Desa Tertinggal
= Instruksi
Presiden
= iuran
pembangunan daerah
= ilmu
pengetahuan dan teknologi
= International Tropical Timber Organizatic
= keamanan
dan ketertiban masyarakat
= keluarga
berencana
= kurang energi protein = kepala keluarga
= kredit
likuiditas Bank Indonesia
= kilometer
= kredit pemilikan rumah = = kawasan timur Indonesia = konperensi tingkat tinggi = koperasi unit desa
= kredit usaha kecil
= kredit usaha pedesaan = kredit usaha tani
= kurang vitamin A
= lanjut usia
= perlindungan
masyarakat
= lembaga
keuangan bukan bank = Liquefied Natural Gas
M
menwa = resimen mahasiswa
MI = madrasah ibtidaiyah
migas = minyak dan gas bumi
MIPA = matematika dan ilmu pengetahuan alam
MPO = menghitung pajak orang
MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPR-RI = Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia
MTs = madrasah tsanawiyah
N
NKKBS =
Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera
Non-KUD = non-koperasi unit desa
O
OPEC =
Organization of Petroleum Exporting Countries
OPP = organisasi peserta pemilu
OPT = Operasi Pasar Terbuka
P
P2WKSS =
Peningkatan Peranan Wanita menuju
Keluarga Sehat Sejahtera
PAD = pendapatan asli daerah
PBB = pajak bumi dan bangunan
PBB = Perserikatan Bangsa-Bangsa
PBDR = pajak bunga, dividen, dan royalti
PDB = produk domestik bruto
PDRB = produk domestik regional bruto
PEB = pedagang eceran besar
pelita = pembangunan lima tahun
pemilu = pemilihan umum
perum = perusahaan umum
Perumnas = Perumahan Nasional
398
|
PKK
PKLN
PLTN PMA PMDN PON
PP
PPBN PPh
PPM
PPN
PPUKPSK
PT
PTA
PTE
PTKP Puskesmas
R rakorbang ratih
Repelita VI Rp
RRC
RRI
RS
RSS Rupbasan
= Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
= pinjaman komersial luar negeri
- = pusat
listrik tenaga
- = nuklir
penanaman modal asing
= penanaman
modal dalam negeri
= Pekan
Olahraga Nasional
= peraturan pemerintah
= Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara
= pajak
penghasilan
= Program
Pendidikan Masyarakat
= pajak
pertambahan nilai
= Proyek
Pengembangan Usaha Kecil
= pertambangan skala kecil = perguruan tinggi
= perguruan
tinggi agama
= Pasar
Tunggal Eropa
= pendapatan
tidak kena pajak
= pusat
kesehatan masyarakat
= rapat
koordinasi pembangunan
= rakyat
terlatih
= Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam
= rupiah
= Republik
Rakyat Cina
= Radio
Republik Indonesia
= rumah
sederhana
= rumah
sangat sederhana
= rumah
tempat penitipan benda sitaan negara
399
|
= satuan
pengamanan
= Sertifikat Bank Indonesia
= setara barel minyak
= surat berharga pasar uang
= sekolah dasar
400
|
simpedes sishankamrata sismiop
sistep
SLJJ SLTA SLTP SNSE SP3
SST
T
tabanas
taska
TFR TPAK TPP
TVRI
U UNCTAD
UU UUD
= sumber daya
manusia
= sekolah
dasar madrasah ibtidaiyah
= southeast
asian
= simpanan
pedesaan
= sistem pertahanan keamanan rakyat
= semesta sistem manajemen informasi objek
= pajak
sistem tempat pembayaran
= sambungan
langsung jarak jauh
= sekolah
lanjutan tingkat atas
= sekolah
lanjutan tingkat pertama
= sistem
neraca sosial ekonomi
= Sarjana Penggerak Pembanguna Perdesaan
= satuan sambungan telepon
= tabungan pembangunan nasional =
tabungan asuransi berjangka = total fertility rate
= tingkat
partisipasi angkatan kerja = tunjangan perbaikan penghasilan = Televisi
Republik Indonesia
= United Nations Conference on Trade and
Development
= Undang-Undang
= Undang-Undang
Dasar
W wankamra waskat wasmas wasnal wisman wisnus
= perlawanan keamanan rakyat = pengawasan melekat
= pengawasan masyarakat = pengawasan fungsional = wisatawan mancanegara = wisatawan nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar