Empat Perspektif Ekonomi Politik Internasional
Oleh: Antonio B. Carceres
Pengantar
Studi mengenai
hubungan antara politik yang memengaruhi ekonomi atau sebaliknya semakin
menarik minat para akademisi HI. Khusunya ketika melihat fonemena saat ini di
mana bisa dikatakan terjadi perang dagang antara negara-negara di dunia.
Diantara motif utamanya adalah akumulasi kapital dan tentunya menyebarkan
pengaruh kepada negara-negara partner dagang.
Dalam tulisan
ini dibahas mengenai empat macam perspektif untuk menjelaskan makna ekonomi
politik internasional, yakni: merkantilis, liberalis, radikal, dan reformis.
Tulisan ini diilhami dan disarikan dari buku Ekonomi-Politikan Internasional
dan Pembangunan karya Dr. Mochtar Mas’oed.
Perspektif Merkantilis
Perspektif ini
memandang bahwa Negara menjadi actor utama yang secara aktif dan rasional
mengatur ekonomi demi meningkatkan kekuatan kekuasaan Negara.
Membangun suatu
Negara bangsa yang kuat diperlukan akumulasi capital sebanyak-banyaknya.
Sehingga pembangunan ekonomi diprioritaskan. Apabila untuk memenuhi capital
yang diinginkan tersebut tidak bisa dicukupi dengan pemanfaatan sumber-sumber
capital dalam negeri, maka dilakukanlah perdaganagan internasional. Demi
mendapatkan keuntungan maksimal, maka pemerintah harus memainkan kebijaksanaan
“nasionalis-ekonomis”. Yaitu dengan (a) pemerintah mengendalikan (menekan)
sepenuhnya harga barang dan gaji buruh, sehingga bisa dijual dengan harga
bersaing di pasar internasional, (b) menerapkan strategi prduksi substitusi
barang impor, (c) memaksimalkan ekspor dan meminimalkan impor. Strategi ini
juga bisa dilakukan oleh negera-negara yang lemah dengan alas an membiarkan
pasar bebeas berlaku, sementara posisi sendiri lemah, hanya akan menghancurkan
diri sendiri.
Sistem
merkantilis ini dalam praktiknya dijalankan oleh Negara-negara yang telah lebih
dahulu menjadi hegomonik, misal kebijakan Inggris pada abad18. Tujuannya adalah
untuk mencapai tujuan nasionalnya yakni mempertahankan dan memperbesar
kekuatannya. Namun pengikut paham ini juga memberikan kemungkinan Negara “baru”
untuk menang dalam kancah persaingan internasional dengan syarat Negara
tersebut menerapkan kebijakan proteksionis dan aktif.
Dala studi
politik, pesrspektif ini dikenal sebagai realism politik. Kritik kepada
perspektif, baik merkantilisme maupun realism, adalah bahwa kedua perpektif ini
terlalu berlebihan dalam menekankan kepentingan nasional. Sehingga kepentingan
global terkorbankan. Para pengikut perspektif ini lupa bahwa di dunia ini,
terdapat beberapa bidang yang semua Negara memiliki kepentingan sama sehingga
bisa dijadikan basis kerjasama. Para pengkritik ini terutama datang dari kaum
liberal.
Perspektif Liberal
Dipelopori oleh
David Ricardo dan Adam Smith, mereka mengkritik pengendalian ekonomi yang
berlebihan oleh Negara. Perspektif liberal mengajukan argument bahwa cara yang
paling efektif untuk meningkatkan kekayaan suatu Negara adalaha dengan
membiarkan individu-individu di dalamnya secara bebas berinteraksi dengan para
individu Negara lain. Mereka menganjurkan pasar bebas.
Konsepsi
liberal ini didasarkan pada gagasan mengenai kedaulatan pasar dalam ekonomi,
dengan mengasumsikan bahwa semua manusia secara alamiah memiliki keselarasan
kepentingan. Karena itu, kalau individu dibiarkan mengejar kepentingan
masing-masing yang didasarkan pada suatu pembagian kerja dan pada struktur atau
komposisi factor-faktor produksinya sendiri, maka kesejahteraan individu,
nasional akan meningkat.
Perspektif ini
mengasumsikan bahwa manusia selalu rasional dan berusaha memaksimalkan
perolehan. Rasional dalam artian kalkulalasi untung-rugi. Seorang actor demi
memperoleh perolehan maksimal pastinya melakukan kalkulasi untung-rugi
tersebut, sehingga keputusannya merupakan hal yang dianggap memenuhi kepuasan
subjektif tertinggi.
Kaumliberal
percaya bahwa dengan saling berinteraksinya Negara-negara melalui perdagangan internasional,
konflik bisa terhindarkan. Bahkan bisa membawa keuntungan bersama sehingga
kesejahteraan mereka akan meningkat.
Keputusan para
pelaku ekonomi mengenai apa yang harus diproduksi dan dijual berdasarkan
pertimbangan keunggulan koparatif (comparative advantage). Yakni setiap
Negara harus memiliki spesialisasi dalam produksi barang sehingga memiliki
keuntungan komparatif (harga terendah, waktu produksi tercepat) tertinggi dari
pada rekanan dagang yang lain. Dan inilah yang dijadikan komoditas ekspor.
Sedangkan Negara tersebut lebih baik mengimpor barang-barang luar negeri yang
memiliki posisi keuntungan komparatif lebih baik. Sehingga dari sini efisiensi
terjadi.
Peran Negara
sangat terbatas pada penyediaan fondasi bagi bekerjanya system pasar, seperti
pembangunan infrastruktur, penegakkan hukum, menjamin keamanan, mencegah
persaingan tidak sehat, dan menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian,
menurut persektif liberal, ekonomi dan politik merupakan bidang yang terpisah.
Kritik untuk
persektif ini adalah, (a) gagasan liberal hanya menguntungkan yang paling
efisien, yaitu si kuat, dan merugikan yang tidak efisien. Ditambah lagi dengan
kemampuan Negara-negara kuat untuk memiliki kualitas yang baik, harga rendah,
produksi cepat,mereka memiliki teknologi. Lebih lanjut industry yang
menggunakan teknologi yang canggih merupakan industry padat modal, sehingga
tidak mempu menyerap banyak tenaga kerja, (b) liberalism juga mengingkari fakta
bahwa semua bangsa memiliki kemampuan yang sama untuk berkompetisi. Padahal
faktanya kita menemukan “ketimpangan relasional” bangsa-bangsa.
Perspektif Radikal
Basis pokok
perspektif ini adalah gagasan Marxisme. Sementara perspektif liberal memandang
pasar bisa memungkinkan individu memaksimalkan perolehan, kaum Marxis meilhat
kapitaslisme dan pasar telah menciptakan kekayaan untuk kepitalis dan
kemiskinan untuk kaum buruh. Perpektif ini memiliki tujuan kegiatan ekonomi
(dan politik) untuk redistribusi kekayaan dab kekuasaan.
Kaum radikal
membuat beberapa asumsi berikut. Pertama, bahwa kelas social adalah
actor dominan dalam ekonomi dan politik. Kedua, bahwa kelas-kelas
tersebut bertindak berdasarkan kepentingan materiil mereka. Ketiga.
Bahwa basis dari ekonomi kapitalis adalah eksploitasi kelas buruh oleh
kapitalis. Asumsi ketiga ini membawa kesimpulan bahwa baginya, buruh dan
kapitalis merupakan dua actor antagonis.
Namun dalam
perspektif ini juga ditemukan beberapa kelemahan: (a) terlalu menekankan kelas
sebagai variabel penyebab kegiatan ekonomi, (b) argument radikal sering tidak
tampak realistic, missal anjuran bagi Negara berkembang untuk keluar dari
kegiatan perdagangan internasional.
Perspektif Reformis
Perspektif ini
mengusung konsepsi Tata Ekonomi Internasional Baru (TEIB), muncul sebagai
kritik atas ketiga perspektif di atas. Mereka tidak setuju dengan penekan
berlebihan kaum liberal terhadap pertimbangan efisiensi sehingga merugikan
actor yang lebih lemah. Mereka tidak setuju dengan kaum radikal untuk melakukan
perubahan revolusioner menentang system kapitasis. Karena mereka lebih percaya
pada reformasi struktur hubungan internasional Dan walaupun mereka setuju
dengan gagasan merkantilis mengenai peran aktif Negara dalam urusan ekonomi
internasional, mereka lebih bersikap internasionalis daripada nasionalis.
Yang penting
bukannya meninggalkan arena internasional dan menutup diri, terapi berusaha
menciptakan suatu tatanan baru sehingga lebih adil. Agar efektif, harus terjadi
kerjasama semua Negara Kurang Berkembang (NKB) melalu mekanisme collective
self-relience dan collective bargaining.
Namun tetap
saja, perspektif ini pun memiliki beberapa kelemahan. (a) Apakah para pemimpin
NKB, dengan system pemerintahan yang berbeda-beda, mau saling bekerjasama?, (b)
Apakah mereka punya cukup ”senjata” untuk melakukan bargaining. (c)
Apakah Negara-negara kaya mau begitu saja dipaksa menyerahkan kekayaannya
kepada Negara miskin?
Demikianlah
keempat perspektif yang sangat berpengaruh dalam perdebatan mengenai
Ekonomi-Politik Internasional.
Sumber:
Mas’oed,
Mochtar. Ekonomi-Politik Internasional dan Pembangunan. (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar