Halaman

Senin, 04 Februari 2013

Bank Dunia


Antonio B. Carceres

Ekonomi Politik Internasional

Bank Dunia

Pasca Perang Dunia II membuat perekonomian negara-negara di dunia terpuruk sehingga memerlukan rekonstruksi baik secara domestik maupun internasional. Dalam hal ini Bank Dunia berperan dengan mengeluarkan uang yang disebut dengan Bancor. Melalui adanya Bancor, negara anggota Bank Dunia diperbolehkan melakukan pinjaman ketika menyadari akan adanya defisit untuk membayar negara lain. Selain itu, melalui penetapan kurs tersebut juga akan membantu negara dengan pembangunan yang kurang dan sedang menderita akibat defisit berkepanjangan, (Brown, 1995:62). Oleh sebab itu, Bank Dunia dianggap sebagai salah satu institusi internasional yang memegang peran penting dalam ekonomi politik internasional melalui pemberian bantuan jangka panjang kepada negara-negara yang ingin memulihkan stabilitas perekonomiannya paska perang (Kementerian Luar Negeri, 2010:2). Peet dalam karyanya yang berjudul “The World Bank” mendefinisikan Bank Dunia sebagai sebuah lembaga keuangan internasional yang menyediakan pinjaman modal bagi negara berkembang. Dalam hal ini, Bank Dunia meminjamkan sekitar $17 juta pertahun bagi negara-negara anggotanya.

Berbagai asupan dana yang mengalir difokuskan untuk negara berkembang dan komunis. Dengan demikian, keberadaan Bank Dunia yang memiliki nilai-nilai liberal dapat terus ditanamkan terhadap negara-negara tersebut. Bahkan melalui pinjaman langsung dan pengaturan kondisis kebijakan yang dipatuhi oleh banyak negara di dunia, menjadikan Bank Dunia sebagai institusi yang penting dalam ranah ekonomi politik internasional (Peet, 2003:111). Sebagai sebuah institusi internasional yang penting, Bank Dunia memiliki beberapa struktur dan tujuan sebagai agenda kebijakannya, layaknya The International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang memberikan pinjaman pembangunan, jaminan peminjaman, dan menawarkan jasa analisis serta konsultan ekonomi. Selanjutnya adalah The International Development Association (IDA) sebagai pemberi pinjaman pada negara-negara yang tidak mendapat kredit di pasar finansial global (not creditworthy). Lalu terdapat The International Finance Corporation (IFC) sebagai sumber terbesar multilateral dalam pinjaman dan ekuitas pembiayaan untuk proyek-proyek sektor swasta di negara berkembang. Kemudian juga terdapat The Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang menyediakan asuransi investasi. Dan yang terakhir adalah The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan investasi antara pemerintah dan investor asing (Peet, 2003:112).

Bank Dunia merupakan salah satu dari tiga institusi internasional sebagai produk dari Bretton Woods System yang ditandatangani di New Hampshire pada tahun 1944 dalam rangka Konferensi Moneter dan Keuangan PBB (Fireden, 2006:291). Bank Dunia beranggotakan 188 negara dengan agenda utama yakni pemberian bantuan pinjaman guna merekonstruksi kembali negara yang hancur akibat perang. Terdapat beberapa tujuan utama Bank Dunia dalam operasionalisasinya, yakni: (1) membantu rekonstruksi, mengembangkan wilayah, memfasilitasi investasi modal, serta pemulihan ekonomi negara anggota yang hancur akibat perang; (2) memberikan promosi melalui investasi asing dalam bentuk pinjaman yang diberikan oleh investor swasta; (3) memperkenalkan bentuk pertumbuhan ekonomi yang seimbang dalam jangka panjang serta berkaitan dengan perdagangan internasional; (4) meregulasi pinjam-meminjam; (5) mengawas proses investasi internasional di dalam bisnis negara anggota (Peet, 2003:113).

Bank Dunia dapat dikatakan sebagai sebuah praktek liberalisasi oleh Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat melalui bagaimana Amerika Serikat memiliki potensi pengaruh suara dalam pengambilan keputusan yang jauh lebih besar dibandingkan negara berkembang. Amerika Serikat juga memiliki saham terbesar di Bank Dunia dengan hak suara mencapai 17,5 persen. Sementara, untuk menyetujui suatu keputusan harus disetujui oleh 85 persen pemegang saham. Sehingga secara otomatis keputusan yang diambil oleh Bank Dunia harus terlebih dahulu disetujui pula oleh Amerika Serikat (www.scribd.com). Kedudukan Amerika Serikat juga semakin diperkuat dengan ditetapkannya dolar AS sebagai alat pembayaran internasional serta pemberian hak veto kepadanya. Selain itu, pemimpin hingga staf Bank Dunia juga berasal dari warga negara Amerika Serikat. Dengan demikian jelas terlihat bagaimana besarnya pengaruh Amerika Serikat terhadap institusi tersebut. Namun pada masa kepemimpinan Ronald Reagan pada tahun 1981, kepemerintahannya bersikap pesimis terhadap Bank Dunia dan institusi internasional lainnya yang berakibat berkurangnya peran Amerika Serikat.

Dalam perkembangannya Bank Dunia melakukan beberapa penyesuaian untuk terus mempertahankan kekuatannya sebagai salah satu institusi internasional yang paling berpengaruh melalui komitmen yang tegas dalam pemerintah. Oleh sebab itulah Bank Dunia dengan beragam aktivitasnya mendukung pembangunan baik dalam domestik maupun internasional. Salah satunya adalah dengan memfokuskannya pada pertumbuhan negara-negara berkembang, melalui perdagangan, ekonomi makro, dan kebijakan regulasi harga, investasi, dan pasar (Peet, 2003:121). Agenda kebijakan tersebut merupakan wujud dari pembaharuan sistem yang ada dalam Bank Dunia pada tahun 1979. Kebijakan ekonomi makro ditujukan bagi negara-negara berkembang, dimana kebijakan tersebut lebih dikenal sebagai structural adjustment loan. Sedangkan kebijakan regulasi harga, investasi, dan pasar merupakan bentuk kebijakan Bank Dunia dalam ranah sektoral yang biasa disebut dengan sector adjustment loan (Peet, 2003:123). Namun program kebijakan ini tidak berhasil sehingga menyebabkan krisis hutang pada tahun 1980-an. Krisis hutang inilah yang menyebabkan Amerika Serikat melihat institusi internasional melalui kacamata pesimis dengan mengurangi dukungan dan perannya. Namun melihat semakin tidak berdayanya negara-negara berkembang dalam menghadapi krisis tersebut, dibentuklah suatu liberalisasi pasar sebagai bantuan Bank Dunia dalam menyelesaikan permasalahan tersebut (Peet, 2003:125). Kebijakan tersebut kemudian mendorong Bank Dunia merasa memiliki hak untuk meregulasi pinjaman dan memastikan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh anggotanya. Hal ini dianggap menimbulkan dampak negative akan terjadinya ketergantungan negara peminjam terhadap Bank Dunia (Peet, 2003:126).

Pada tahun 1980-an hingga awal 1990-an terdapat pergeseran paradigma Bank Dunia untuk revisi model neoliberal yang berorientasi pada market friendly state intervention dan good governance. Pada tahun 1980-an, NGO mulai melibatkan dirinya terhadap berbagai program yang dijalankan oleh Bank Dunia. Namun kemudian korelasi keduanya justru menimbulkan persaingan. Dalam hal ini, NGO dan Bank Dunia mengantongi misi masing-masing melalui negara-negara dunia ketiga. Hal tersebut kemudian membuat Bank Dunia merekonstruksi model program kebijakan dengan mengangkat isu kemiskinan dan pendidikan dengan meminimalisir hutang negara-negara di dunia. Pada kurun waktu tersebut, fokus utama Bank Dunia adalah dengan memaksimalkan kemampuan suatu negara melalui pendidikan, rekonstruksi sistem ekonomi domestik, dan pembangunan yang dikenal dengan The Comprehensive Development Framework (CDP) guna memperbaiki citranya di kalangan internasional (Peet, 2003:130).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Bank Dunia merupakan salah satu institusi yang memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi politik internasional. Dalam hal ini fokus utamanya terletak pada pemberian pinjaman pada negara-negara yang tengah merekonstruksi sistem pemerintahannya pasca perang dunia. Dengan adanya Bank Dunia diharapkan dapat menurangi kemiskinan dan tingkat hutang negara-negara berkembang dalam proses pembangunannya.

Referensi

Brown, Michael B. 1995. “The Keynesian Model”, dalam Models in Political Economy. London: Penguin, pp.55-71.

Frieden, Jeffrey A. 2006. “The End of Bretton Woods”, dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in The Twentieth Century. New York: W. W. Norton & Co. Inc.

Kementerian Luar Negeri. 2010. Sekilas World Trade Organization (WTO). Jakarta: Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan Hak Kekayaan Intelektual Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri.

Peet, Richard. 2003. “The World Bank”, dalam Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO, London: Zed Books, pp. 111-145

Anon. Kejahatan Kemanusiaan World Bank dan IMF dalam http://www.scribd.com/doc/26804261/Kejahatan-Kemanusiaan-World-Bank-Dan-IMF diakses tanggal 22 Mei 2012

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar