Halaman

Jumat, 01 Maret 2013

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL

1. Kebijaksanaan Fiskal

Kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu kebijaksanaan ekonomi makro

dilaksanakan oleh pemerintah dengan memanipulasi penerimaan dan pengeluaran

pemerintah, dengan menambah atau mengurangi variabel – variabel yang dapat dikontrol

oleh pemerintah, yaitu pajak (Tx), pengeluaran pemerintah (G), dan transfer (Tr), diharapkan

masalah masalah makro dapat diatasi dan sekaligus sasaran sasaran ekonomi makro dapat

pula dicapai. Salah satu dari kebijaksanaan fiskal tersebut adalah kebijaksanaan anggaran

berimbang, yang akan dibahas sebagai berikut.

2. Kebijaksanaan Anggaran Berimbang

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pajak dan trasnfer mempunyai dampak yang

sama besarnya terhadap pendapatan nasional, kalau pajak mengakibatkan pendapatan

nasional berkurang, maka transfer menyebabkan pendapatan nasional bertambah. ini berarti

seandainya pemerintah menetapkan kebijaksanaan menambah pajak dan transfer dalam

jumlah yang sama, maka pendapatan nasional tidak akan mengalami perubahan. Hal ini dapat

dibuktikan sebagai berikut:

Ktx + Ktx = -b1-b +b1-b = 01-b = 0 (9-1)

Apa yang bisa kita simpulkan dari persamaan diatas, ternyata jika pemerintah

menetapkan kebijaksanaan untuk meningkatkan pajak dan transfer dalam jumlah yang sama,

maka pendapatan nasional secara keselurahan tidak mengalami perubahan

Contohnya jika pemerintah menambah pajak sebesar 100 miliar, maka pendapatan

nasional akan berkurang sebesar 400 miliar, sebaliknya jika transfer ditingkatkan sebesar 100

miliar pula, maka pendapatan nasional akan meningkat sebesar 400 miliar. Kalau kedua

kebijaksanaan tersebut dijalankan pada waktu yang bersamaan, maka dampaknya terhadap

pendapatan nasional tidak akan ada, sebab dampak positif transfer dinihilkan oleh dampak

pajak yang negatif.

Sekarang bagaimana kalau pemerintah menerapkan kebijaksanaan anggaran

berimbang, dimana jumlah pengeluaran pemerintah persis sama dengan pajak, untuk lebih

jelas lagi misalkan pemerintah menetapakan kebijaksanaan untuk menambah pengeluaran

pemerintah sebesar 100 miliar, dan pada saaat yang bersamaan juga meningkatkan perolehan


negara dari pajak sebesar 100 miliar pula. Bagaimana dampaknya terhadap pendapatan

nasional jika kedua kebijakan tersebut dijalankan secara serempak. Untuk mengetahuinya

kita perlu tinjau kembali mengenai multiplier sekali lagi.

Seperti yang kita pelajari bahwa multiplier untuk pengeluaran pemerintah (kG) adalah:

kG=∆y∆G=11-b

Sedangkan multiplier untuk pajak (ktx), adalah:

kTx=∆y∆T=11-b

Dengan demikian, jka pemerintah menambah pengeluaran pemerintah dan pajak

dalam jumlah yang sama maka dampaknya terhadap perekonomian adalah:

kG+ kT=11-b+-b1+b=1-b1-b=1. (9-2)

Arti dari kG+ kTx=1 diatas adalah secara sederhana bahwa jika kita menambah

pengeluaran pemerintah dan pajak dalam jumlah yang sama, maka pendapatan nasional akan

meningkat sebesar 1 kali lipat dari penambahan pengeluaran pemerintah atau pajak tersebut.

Kesimpulannya ternyata bahwa kebikasanaan anggaran berimbang (dimana

pemerintah menetapkan penambahan pengeluaran dan pajak dalam jumlah yang sama)

bukanlah merupakan kebijaksanaan yang statis, melainkan dinamis. Kerena kelebihan

tersebut tidak heran jika banyak negara termasuk Indonesia sangat suka dengan

kebijaksanaan fiskal sesuai prinsip anggaran berimbang tersebut

3. Anggaran Defisit Dan Surplus (Anggaran Tidak Berimbang)

Secara toeritist kita bisa menetapkan kebijaksanaan sesuai perinsip angaran

berimbang. Tetapi dalam praktek hal ini sulit dilaksanakan, masalahnya realisasi dalam

penerimaan dan pengeluaran pemerintah sering tidak sama dalam jumlah yang dianggarkan.

Biasanya ada saja hal hal yang mengakibatkan realisasi penerimaan dan pengeluaran

pemerintah meleset dari jumlah yang dianggarkan.

Contohnya, salah satu sumber penerimaan negara diIndonesia adalah minyak. Pada

tahun 70-an harga minyak naik secara tidak terduga duga, sebagai dampak dari kebijaksanaan

embargo minyak yang dilakukan negara negara penghasil minyak (OPEC). Dengan naiknya

sumber penerimaan dari minyak, maka penerimaan lebih besar daripada anggaran, alias

surplus. Tetapi pada tahun tahun belakangan penerimaan dari minyak makin menurun,

disebabkan turunnya harga harga minyak dunia.


Sebagai gambaran, pada bulan April 1994 harga harga minyak anjlok hingga U$

13/barel. Padahal dalam menyusun RAPBN 1994/1995 harga minyak dipatok U$ 16 /barel,

karena realisasi harga lebih kecil dari patokan hal ini jelas akan mempengaruhi posisi

anggaran Indonesia. Begitu juga anggaran pengeluaran pemerintah sering tidak sesuai dengan

jumlah yang dianggarkan. Dalam pelaksanaan pembangunan beberapa tahun terakir ini

menunjukan bahwa realisasi pengeluaran pemerintah sering lebih besar daripada jumlah yang

dianggarkan, disebabkan oleh adanya proyek proyek dadakan yang perlu ditanggulangi

segera padahal untuk itu tidak atau belum disusun anggarannya, misalnya karena terjadinya

berbagai peristiwa bencana alam dll.

Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa realisasi penerimaan pemerintah secara

keseluruhan tidak pernah persis sama dengan perkiraan pengeluaran. Kalau dalam kenyataan

pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaan pemerintah, maka kebijaksanaan

seperti ini disebut kebijaksanaan pengeluaran defisit (deficit spending). Sebaliknya jika

penerimaan ternyata lebih besar daripada pengeluaran disebut anggaran surplus (surplus

spending)

Dikebanyakan negara berkembang surplus anggaran sanggat jarang terjadi. Di

indonesia, misalnya hal ini hanya pernah terjadi pada pelita III ketika naiknya harga minyak

dunia pada tahun 70-an. Tetapi pada tahun tahun selanjutnya jumlah pengeluaran sering lebih

besar daripada jumlah penerimaan, yang berarti kita lebih sering menerapkan kebijaksanaan

deficit spending. Pada masa orde lama pemerintah megambil sikap bahwa antara penerimaan

dengan belanja negara tidak perlu seimbang, karena banyak program program yang harus

dilaksanakan Kalau perlu defisit anggaran ditutup dengan mencetak uang. karena

kebijaksanaan defisit ini banyak dikecam, pada masa orde baru pemerintah selalu

mengikrarkan penerapan anggaran kebijkasanaan berimbang. Namun kenyataan dalam

prakteknya anggaran lebih sering defisit daripada berimbang.

diIndonesia sebagian pakar lain menganggap seringnya terjadi deficit spending

disebabkan oleh masih lemahnya komponen domestik dalam meningkatkan penerimaan,

sedang kontrol untuk mengurangi pengeluaran pengeluaran yang tidak perlu atau belum

semestinya dijalankan agak kurang. Apapun sumber penyebab seringnya terjadi defisit

anggara tadi, jika kecenderungan tersebut tidak ditanggulangi dengan baik, dapat menggangu

stabilitas ekonomi. Adapun jalan keluar yang dapat dilakukan adalah dengan lebih

meningkatkan dan mengefisienkan peneriman domestik melalui intensifikasi pajak , memacu

ekspor, membatasi pengeluaran pengeluaran yang tidak/belum begitu perlu, serta

mengaktifkan fungsi pengawasan


4. Kebijaksanaan Fiskal Built-in Flexible

Kita asumsikan bahwa kebijaksanaan pajak yang dijalankan pemerintah untuk

memperoleh penerimaan atau pendapatan negara adalah melalui pajak lump-sum, yang

jumlah dan besarnya tidak berkaitan dengan besar pendapatan nasional. Selain dengan sistem

pajak lump-sum tersebut, sebetulnya ada metode lain yang digunakan, yaitu sistem pajak

built-in flexible. Dimana dengan sistem built-in flexible ini jumlah pajak yang dikenakan

bervariasi dengan pendapatan nasional. Artinya jika pendapatan masyarakat kecil, maka

jumlah pajak yang ditetapkan juga kecil. Sebaliknya jika pendapatan besar, maka jumlah

pajak yang ditetapkan juga besar. Dengan cara seperti ini maka jumlah pajak yang

dikumpulkan pemerintah dari masyarakat biasanya sebanding (proporsional) dengan

pendapatan nasional

Perbandingan antara pajak lump-sum dengan pajak proporsional pajak built-in flexible

dan hubungannya dengan pendapatan nasional dapat kita lihat pada gambar dibawah ini:

Pajak pajak

Tx =To + hY

Tx

0 Y 0 Y

a. pajak lump-sum b. pajak built-in flexible

keterangan: jumlah pajak lump-sum sama besarnya untuk semua tingkatan

pendapatan nasional (panel a). Sedang pajak built-in flexible jumlahnya

sebanding (proporsional) dengan pendapatan nasional (panel b).

5. Kebijaksanaan Fiskal Diskresioner

Kebijaksanaan Fiskal Diskresioner adalah kebijaksanaan pemerintah meningkatkan

atau menurunkan pendapatan dan pengeluarannya dengan tujuan menciptakan suatu tingkat

perekonomian yang diinginkan. Beberapa alternatif yang mungkin dilakukan ialah:

a. Menaikan atau menurunkan pengeluaran pemerintah

b. Menaikan atau mengurangi pajak, dan

c. Kombinasi dari kedua cara diatas


Namun biasanya kebijaksanaan yang akan diambil tergantung dari permasalahan

pokok yang dihadapi.

Contohnya, persoalan pokok yang dihadapi suatu perekonomian adalah tingginya

angka pegangguran. Untuk mengatasi masalah tingginya angka pegangguran ini maka salah

satu kebijaksananaan yang mungkin ditempuh, sesuai dengan kebijaksanaan fiskal

diskretioner, ialah dengn meningkatkan pengeluran pemerintah lewat proyek proyek atau

program program pembangunan pemerintah, sehingga dengan cara ini maka perekonomian

akan lebih bergairah dan pegangguran sekaligus dapat diatasi. Adapun dana untuk proyek

proyek pembangunan tersebut dapat digunakan dana dari dalam maupun luar negeri. Kalau

seandainya dana pemerintah terbatas, sedang utang luar negeri sudah terlalu besar, alternatif

yang sebaiknya dilakukan adalah alternatif kombinasi, yaitu dengan meningkatkan

pengeluaran pemerintah sesuai dengan dana yang ada, sementara itu pajak dikurangi.

6. Kebijaksanaan Fiskal Untuk Menutup Gap Inflasi Dan Deflasi

Jika tingkat kegiatan ekonomi riel lebih besar daripada tingkat kegiatan ekonomi

potensial atau yang seharusnya wujud (PNB-riel > PNB-potensial) sehingga terdapat jurang

inflasi, maka pengeluaran pemerintah sebaiknya dikurangi, dan jumlah pajak ditingkatkan,

atau kombinasi keduanya. Berkat pengaruh Keynes pada saat dimana perekonomian

memanas atau terjadi booms, dimana tingkat kegiatan ekonomi sanggat tinggi, sekarang

banyak negara yang cenderung menggunakan kebijaksanaan anggaran surplus. Dengan

anggaran belanja yang surplus berarti penegeluaran pemerintah lebih kecil daripada

pendapatan yang diterima

Contohnya pajak ditingkatkan, sedang pengeluaran pemerintah dikurangi, tujuannya

tidak lain adalah untuk menahan, dan kalau dapat juga berguna untuk mengurangi lau inflasi

Sebaliknya dalam situasi dimana tingkat kegiatan ekonomi riel lebih kecil daripada

yang seharusnya (PNB-riel < PNB-potensial), atau terdapat jurang deflasi, pemerintah akan

melaksanakan kebijaksanaan anggaran belanja defisit. Sebagaimana sudah dijelaskan,

anggaran belanja defisit adalah kebijaksanaan dimana pengeluaran pemerintah lebih besar

daripada penerimaan pemerintah. Cara cara yang dapat dilakukan untuk itu ialah dengan

meningkatkan pengeluaran pemerintah dan transfer, atau dari sisi lain jumlah pajak

dikurangi. Dengan cara itu diharapkan roda perekonomian akan berjalan lebih lancar,

sumberdaya dan tenaga digunakan lebih banyak, sehingga pegangguran berkurang dan

pendapatan nasional dapat pula ditingkatkan. Dengan meningkatnya pendapatan nasional dan

pengeluaran agregat maka dengan sendirinya jurang deflasi dapat dipersempit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar