1. Kebijaksanaan
Fiskal
Kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu kebijaksanaan
ekonomi makro
dilaksanakan oleh pemerintah dengan memanipulasi penerimaan
dan pengeluaran
pemerintah, dengan menambah atau mengurangi variabel –
variabel yang dapat dikontrol
oleh pemerintah, yaitu pajak (Tx),
pengeluaran pemerintah (G), dan transfer (Tr), diharapkan
masalah masalah
makro dapat diatasi dan sekaligus sasaran sasaran ekonomi makro
dapat
pula dicapai. Salah satu dari kebijaksanaan fiskal tersebut adalah
kebijaksanaan anggaran
berimbang, yang akan dibahas sebagai
berikut.
2. Kebijaksanaan
Anggaran Berimbang
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pajak dan
trasnfer mempunyai dampak yang
sama besarnya terhadap pendapatan
nasional, kalau pajak mengakibatkan pendapatan
nasional berkurang, maka
transfer menyebabkan pendapatan nasional bertambah. ini
berarti
seandainya pemerintah menetapkan kebijaksanaan menambah pajak dan
transfer dalam
jumlah yang sama, maka pendapatan nasional tidak akan
mengalami perubahan. Hal ini dapat
dibuktikan sebagai berikut:
Ktx
+ Ktx = -b1-b +b1-b = 01-b = 0 (9-1)
Apa yang bisa kita simpulkan dari
persamaan diatas, ternyata jika pemerintah
menetapkan kebijaksanaan untuk
meningkatkan pajak dan transfer dalam jumlah yang sama,
maka pendapatan
nasional secara keselurahan tidak mengalami perubahan
Contohnya jika
pemerintah menambah pajak sebesar 100 miliar, maka pendapatan
nasional
akan berkurang sebesar 400 miliar, sebaliknya jika transfer ditingkatkan sebesar
100
miliar pula, maka pendapatan nasional akan meningkat sebesar 400
miliar. Kalau kedua
kebijaksanaan tersebut dijalankan pada waktu yang
bersamaan, maka dampaknya terhadap
pendapatan nasional tidak akan ada,
sebab dampak positif transfer dinihilkan oleh dampak
pajak yang
negatif.
Sekarang bagaimana kalau pemerintah menerapkan kebijaksanaan
anggaran
berimbang, dimana jumlah pengeluaran pemerintah persis sama
dengan pajak, untuk lebih
jelas lagi misalkan pemerintah menetapakan
kebijaksanaan untuk menambah pengeluaran
pemerintah sebesar 100 miliar,
dan pada saaat yang bersamaan juga meningkatkan perolehan
negara
dari pajak sebesar 100 miliar pula. Bagaimana dampaknya terhadap
pendapatan
nasional jika kedua kebijakan tersebut dijalankan secara
serempak. Untuk mengetahuinya
kita perlu tinjau kembali mengenai
multiplier sekali lagi.
Seperti yang kita pelajari bahwa multiplier untuk
pengeluaran pemerintah (kG) adalah:
kG=∆y∆G=11-b
Sedangkan
multiplier untuk pajak (ktx), adalah:
kTx=∆y∆T=11-b
Dengan
demikian, jka pemerintah menambah pengeluaran pemerintah dan pajak
dalam
jumlah yang sama maka dampaknya terhadap perekonomian adalah:
kG+ kT=11-b+-b1+b=1-b1-b=1.
(9-2)
Arti dari kG+ kTx=1 diatas adalah secara sederhana bahwa jika
kita menambah
pengeluaran pemerintah dan pajak dalam jumlah yang sama,
maka pendapatan nasional akan
meningkat sebesar 1 kali lipat dari
penambahan pengeluaran pemerintah atau pajak tersebut.
Kesimpulannya
ternyata bahwa kebikasanaan anggaran berimbang (dimana
pemerintah
menetapkan penambahan pengeluaran dan pajak dalam jumlah yang
sama)
bukanlah merupakan kebijaksanaan yang statis, melainkan dinamis.
Kerena kelebihan
tersebut tidak heran jika banyak negara termasuk
Indonesia sangat suka dengan
kebijaksanaan fiskal sesuai prinsip anggaran
berimbang tersebut
3. Anggaran Defisit Dan Surplus (Anggaran
Tidak Berimbang)
Secara toeritist kita bisa menetapkan kebijaksanaan
sesuai perinsip angaran
berimbang. Tetapi dalam praktek hal ini sulit
dilaksanakan, masalahnya realisasi dalam
penerimaan dan pengeluaran
pemerintah sering tidak sama dalam jumlah yang dianggarkan.
Biasanya ada
saja hal hal yang mengakibatkan realisasi penerimaan dan
pengeluaran
pemerintah meleset dari jumlah yang
dianggarkan.
Contohnya, salah satu sumber penerimaan negara diIndonesia
adalah minyak. Pada
tahun 70-an harga minyak naik secara tidak terduga
duga, sebagai dampak dari kebijaksanaan
embargo minyak yang dilakukan
negara negara penghasil minyak (OPEC). Dengan naiknya
sumber penerimaan
dari minyak, maka penerimaan lebih besar daripada anggaran,
alias
surplus. Tetapi pada tahun tahun belakangan penerimaan dari minyak
makin menurun,
disebabkan turunnya harga harga minyak
dunia.
Sebagai gambaran, pada bulan April 1994 harga harga
minyak anjlok hingga U$
13/barel. Padahal dalam menyusun RAPBN 1994/1995
harga minyak dipatok U$ 16 /barel,
karena realisasi harga lebih kecil
dari patokan hal ini jelas akan mempengaruhi posisi
anggaran Indonesia.
Begitu juga anggaran pengeluaran pemerintah sering tidak sesuai
dengan
jumlah yang dianggarkan. Dalam pelaksanaan pembangunan beberapa
tahun terakir ini
menunjukan bahwa realisasi pengeluaran pemerintah
sering lebih besar daripada jumlah yang
dianggarkan, disebabkan oleh
adanya proyek proyek dadakan yang perlu ditanggulangi
segera padahal
untuk itu tidak atau belum disusun anggarannya, misalnya karena
terjadinya
berbagai peristiwa bencana alam dll.
Secara garis besar
dapat dinyatakan bahwa realisasi penerimaan pemerintah secara
keseluruhan
tidak pernah persis sama dengan perkiraan pengeluaran. Kalau dalam
kenyataan
pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaan
pemerintah, maka kebijaksanaan
seperti ini disebut kebijaksanaan
pengeluaran defisit (deficit spending). Sebaliknya jika
penerimaan
ternyata lebih besar daripada pengeluaran disebut anggaran surplus
(surplus
spending)
Dikebanyakan negara berkembang surplus anggaran
sanggat jarang terjadi. Di
indonesia, misalnya hal ini hanya pernah
terjadi pada pelita III ketika naiknya harga minyak
dunia pada tahun
70-an. Tetapi pada tahun tahun selanjutnya jumlah pengeluaran sering
lebih
besar daripada jumlah penerimaan, yang berarti kita lebih sering
menerapkan kebijaksanaan
deficit spending. Pada masa orde lama pemerintah
megambil sikap bahwa antara penerimaan
dengan belanja negara tidak perlu
seimbang, karena banyak program program yang harus
dilaksanakan Kalau
perlu defisit anggaran ditutup dengan mencetak uang. karena
kebijaksanaan
defisit ini banyak dikecam, pada masa orde baru pemerintah
selalu
mengikrarkan penerapan anggaran kebijkasanaan berimbang. Namun
kenyataan dalam
prakteknya anggaran lebih sering defisit daripada
berimbang.
diIndonesia sebagian pakar lain menganggap seringnya terjadi
deficit spending
disebabkan oleh masih lemahnya komponen domestik dalam
meningkatkan penerimaan,
sedang kontrol untuk mengurangi pengeluaran
pengeluaran yang tidak perlu atau belum
semestinya dijalankan agak
kurang. Apapun sumber penyebab seringnya terjadi defisit
anggara tadi,
jika kecenderungan tersebut tidak ditanggulangi dengan baik, dapat
menggangu
stabilitas ekonomi. Adapun jalan keluar yang dapat dilakukan
adalah dengan lebih
meningkatkan dan mengefisienkan peneriman domestik
melalui intensifikasi pajak , memacu
ekspor, membatasi pengeluaran
pengeluaran yang tidak/belum begitu perlu, serta
mengaktifkan fungsi
pengawasan
4. Kebijaksanaan Fiskal Built-in
Flexible
Kita asumsikan bahwa kebijaksanaan pajak yang dijalankan
pemerintah untuk
memperoleh penerimaan atau pendapatan negara adalah
melalui pajak lump-sum, yang
jumlah dan besarnya tidak berkaitan dengan
besar pendapatan nasional. Selain dengan sistem
pajak lump-sum tersebut,
sebetulnya ada metode lain yang digunakan, yaitu sistem pajak
built-in
flexible. Dimana dengan sistem built-in flexible ini jumlah pajak yang
dikenakan
bervariasi dengan pendapatan nasional. Artinya jika pendapatan
masyarakat kecil, maka
jumlah pajak yang ditetapkan juga kecil.
Sebaliknya jika pendapatan besar, maka jumlah
pajak yang ditetapkan juga
besar. Dengan cara seperti ini maka jumlah pajak yang
dikumpulkan
pemerintah dari masyarakat biasanya sebanding (proporsional)
dengan
pendapatan nasional
Perbandingan antara pajak lump-sum
dengan pajak proporsional pajak built-in flexible
dan hubungannya dengan
pendapatan nasional dapat kita lihat pada gambar dibawah ini:
Pajak
pajak
Tx =To + hY
Tx
0 Y 0 Y
a. pajak lump-sum b.
pajak built-in flexible
keterangan: jumlah pajak lump-sum sama besarnya
untuk semua tingkatan
pendapatan nasional (panel a). Sedang pajak
built-in flexible jumlahnya
sebanding (proporsional) dengan pendapatan
nasional (panel b).
5. Kebijaksanaan Fiskal
Diskresioner
Kebijaksanaan Fiskal Diskresioner adalah kebijaksanaan
pemerintah meningkatkan
atau menurunkan pendapatan dan pengeluarannya
dengan tujuan menciptakan suatu tingkat
perekonomian yang diinginkan.
Beberapa alternatif yang mungkin dilakukan ialah:
a. Menaikan atau
menurunkan pengeluaran pemerintah
b. Menaikan atau mengurangi pajak,
dan
c. Kombinasi dari kedua cara diatas
Namun biasanya
kebijaksanaan yang akan diambil tergantung dari permasalahan
pokok yang
dihadapi.
Contohnya, persoalan pokok yang dihadapi suatu perekonomian
adalah tingginya
angka pegangguran. Untuk mengatasi masalah tingginya
angka pegangguran ini maka salah
satu kebijaksananaan yang mungkin
ditempuh, sesuai dengan kebijaksanaan fiskal
diskretioner, ialah dengn
meningkatkan pengeluran pemerintah lewat proyek proyek atau
program
program pembangunan pemerintah, sehingga dengan cara ini maka
perekonomian
akan lebih bergairah dan pegangguran sekaligus dapat
diatasi. Adapun dana untuk proyek
proyek pembangunan tersebut dapat
digunakan dana dari dalam maupun luar negeri. Kalau
seandainya dana
pemerintah terbatas, sedang utang luar negeri sudah terlalu besar,
alternatif
yang sebaiknya dilakukan adalah alternatif kombinasi, yaitu
dengan meningkatkan
pengeluaran pemerintah sesuai dengan dana yang ada,
sementara itu pajak dikurangi.
6. Kebijaksanaan Fiskal Untuk Menutup Gap
Inflasi Dan Deflasi
Jika tingkat kegiatan ekonomi riel lebih besar
daripada tingkat kegiatan ekonomi
potensial atau yang seharusnya wujud
(PNB-riel > PNB-potensial) sehingga terdapat jurang
inflasi, maka
pengeluaran pemerintah sebaiknya dikurangi, dan jumlah pajak
ditingkatkan,
atau kombinasi keduanya. Berkat pengaruh Keynes pada saat
dimana perekonomian
memanas atau terjadi booms, dimana tingkat kegiatan
ekonomi sanggat tinggi, sekarang
banyak negara yang cenderung menggunakan
kebijaksanaan anggaran surplus. Dengan
anggaran belanja yang surplus
berarti penegeluaran pemerintah lebih kecil daripada
pendapatan yang
diterima
Contohnya pajak ditingkatkan, sedang pengeluaran pemerintah
dikurangi, tujuannya
tidak lain adalah untuk menahan, dan kalau dapat
juga berguna untuk mengurangi lau inflasi
Sebaliknya dalam situasi dimana
tingkat kegiatan ekonomi riel lebih kecil daripada
yang seharusnya
(PNB-riel < PNB-potensial), atau terdapat jurang deflasi, pemerintah
akan
melaksanakan kebijaksanaan anggaran belanja defisit. Sebagaimana
sudah dijelaskan,
anggaran belanja defisit adalah kebijaksanaan dimana
pengeluaran pemerintah lebih besar
daripada penerimaan pemerintah. Cara
cara yang dapat dilakukan untuk itu ialah dengan
meningkatkan pengeluaran
pemerintah dan transfer, atau dari sisi lain jumlah pajak
dikurangi.
Dengan cara itu diharapkan roda perekonomian akan berjalan lebih
lancar,
sumberdaya dan tenaga digunakan lebih banyak, sehingga
pegangguran berkurang dan
pendapatan nasional dapat pula ditingkatkan.
Dengan meningkatnya pendapatan nasional dan
pengeluaran agregat maka
dengan sendirinya jurang deflasi dapat dipersempit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar